Secara umum, toksoplasmosis masih merupakan problem kesehatan masyarakat yang perlu diwaspadai. Kelompok risiko tinggi yang perlu mendapat perhatian adalah ibu hamil dan individu immunocompromised, khususnya penderita HIV/AIDS. Cacat permanen pada anak akibat toksoplasmosis tentu menjadi beban keluarga dan masyarakat karena biaya pengobatan dan perawatan yang lama serta adanya gangguan tumbuh kembang anak.
Belum lagi, penyakit HIV/AIDS yang kasusnya selalu bertambah dari tahun ke tahun menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap toksoplasmosis. “Langkah yang cepat, tepat, dan kerja sama yang harmonis antarinstansi terkait dan dukungan semua elemen masyarakat sangat diperlukan untuk pencegahan toksoplasmosis ini,” kata Prof. Dr. drh. Sri Hartati, S.U., di Balai Senat, Rabu (13/7), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Dalam pidato “Toksoplasmosis pada Kucing dan Implikasinya terhadap Kesehatan Masyarakat”, Sri Hartati mengakui bila penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi T. gondii terkait erat dengan kucing/Felidae sebagai inang definitif. Meski begitu, dalam kenyataan risiko tertular langsung dari kucing sangat kecil. Pada umumnya, manusia tertular T. gondii dengan cara lain, seperti makan daging kurang matang/mentah. “Oleh karenanya, masyarakat tak perlu takut memelihara/menyayangi kucing asal dapat menjaga kesehatannya,” kata Wakil Ketua Bidang Koas PPDH FKH UGM ini.
Dijelaskan bahwa zoonosis merupakan penyakit yang tergolong unik karena dapat menyerang hewan dan manusia. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan kerja sama antarpakar, baik di bidang kedokteran manusia maupun kedokteran hewan. Secara khusus perlu pembelajaran edukasi tentang pencegahan infeksi T. gondii bagi wanita usia produktif karena toksoplasmosis pada wanita hamil memiliki risiko sangat besar pada janin yang dikandung. Hal lainnya, perlu diperhatikan pula perbedaan etnik dan kultur masyarakat untuk tindakan pencegahan.
Untuk itu, menurut Sri Hartati, dibutuhkan penelitian sosial lebih lanjut berkenaan dengan kultur, tradisi, dan kepercayaan (agama) terhadap penyebaran penyakit toksoplasmosis. Selain itu, perlu juga ditingkatkan kepedulian masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat serta rasa tanggung jawab untuk menjaga kesehatan hewan kesayangan. “Karena bagaimanapun semua itu merupakan salah satu cara yang efisien untuk mencegah toksoplasmosis,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)