YOGYAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanganan Fakir Miskin diusulkan untuk dirombak ulang karena semua pasal tidak secara jelas dan tegas mengatur peran dan tanggung jawab negara dalam pelayanan penanganan fakir miskin. Isi RUU bersifat normatif dan tidak memberi konsekuensi hukum bagi negara apabila tidak melaksanakannya. “Kita meminta secara tegas agar RUU ini dirombak ulang. Kalau pun disahkan, kita akan mengajukan judivicial review,†kata peneliti pada Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Awan Santosa, S.E., M.Sc., usai menerima kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI untuk dengar pendapat RUU Penanganan Fakir Miskin.
Secara tegas, Awan mendesak DPR untuk segera merombak ulang RUU tersebut. Menurutnya, RUU ini belum mengakomodasi keinginan agar pemeliharaan dan penanganan fakir miskin menjadi tanggung jawab negara. Bahkan terkesan bahwa penanganan fakir miskin diserahkan kepada pihak ketiga. “Dalam RUU ini layanan yang dilakukan pemerintah untuk fakir miskin tidak jelas, terkesan hanya untuk distribusi anggaran,†ujarnya.
Awan berpendapat bahwa seharusnya RUU ini mampu mengatasi kemiskinan sampai tuntas. Namun, melihat dari draf yang telah dibuat, Awan menilai semua isinya tidak substantif, hanya melengkapi undang-undang yang sudah ada. “Belum mengakomodasi keinginan bagaimana menangani fakir miskin di Indonesia sampai ke akar-akarnya,†tuturnya.
Yang jelas, menurut Awan, keberadaan RUU ini tidak akan memuaskan semua pihak. Kemiskinan di Indonesia bahkan semakin mengkhawatirkan akibat UU Pengelolaan Sumber Daya Air dan UU Penanaman Modal, yang menurut Awan sebagai penyebab makin masifnya kemiskinan di Indonesia. “RUU ini sangat marginal, sangat dipinggirkan nantinya. Kalau dipaksakan, saya kira akan sia-sia,†katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Dra. Chairun Nisa, M.A., mengakui dalam pembahasan RUU tersebut pihaknya mengalami kendala terhadap hal penentuan golongan fakir miskin. Hal itu disebabkan data penentuan golongan miskin yang ditentukan oleh BPS dan bank dunia menggunakan tolak ukur yang berbeda. “Semua masukan dari UGM ini akan kita bahas sebelum RUU ini disahkan,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)