Suasana berkabung kembali menyelimuti Keluarga Besar UGM saat jenazah almarhum Prof. Ir Boma Wikan Tyoso disemayamkan di Balairung UGM, Jumat (27/6). Para pimpinan universitas, fakultas, kolega, teman sejawat, karyawan dan mahasiswa melepas kepergian almarhum ke peristirahatan terakhir, makam keluarga Universitas Gadjah Mada di Sawitsari.
Ungkapan duka mendalam keluarga besar UGM disampaikan langsung oleh ketua Majelis Guru Besar (MGB) UGM, Prof. Drs. Suryo Guritno, M.Stat., Ph.D. Dikatakan, almarhum adalah salah satu pakar Teknik Pangan yang dimiliki UGM.
“Saat pidato pengukuhan Guru Besarnya, almarhum pernah mengatakan tentang arti penting teknologi di bidang ketahanan pangan. Menurut beliau, teknik pangan perlu mendapat perhatian lebih bila bangsa ini ingin ketahanan pangannya semakin kuat,†ujar Suryo.
Lebih Lanjut Suryo mengatakan, dunia pendidikan tinggi dalam bidang teknik di Indonesia lagi-lagi kehilangan salah seorang Guru Besar, seorang pakar senior teknik terutama teknik kimia. Karena almarhum telah berjasa besar dalam menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan ilmu yang ditekuninya.
“Almarhum dikenal sangat keras kemauannya, teliti dan suka mendorong para dosen dan mahasiswa untuk tidak statis, tetapi haruslah dinamis dan inovatif,†jelasnya.
Selama menjadi ketua Majelis Guru Besar, kenang Suryo, almarhum banyak memberi semangat kepada dosen-dosen di lingkungan UGM untuk segera menjadi Guru Besar.
“Sudah sepantasnya keteladanan almarhum semasa hidupnya dapat terus diikuti dan dikembangkan oleh para yuniornya di lingkungan UGM,†tandasnya.
Sementara Dekan fakultas Teknik UGM, Prof Dr Ir Indarto dalam pembacaan daftar riwayat hidup singkat almarhum, menyebutkan, selain pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik UGM tahun 1994-1998, almarhum pernah pula menjabat Anggota Majelis Pendidikan Tinggi Dtjen Dikti, Depdikbud 1997-2001. Sempat menjadi Sekretaris Senat UGM dan Anggota Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Depdiknas serta Staf Ahli Gubernur DIY.
Laki-laki yang suka menyanyi dan mendengarkan musik country, pop dan jass ini sebelumnya pernah mendapat piagam penghargaan kesetiaan UGM du tahun 1989, dan Satyalencana Karya Satya 30 Tahun pada tahun 1997.
Di akhir hayatnya, orang-orang mengenal Prof Boma sebagai pria tambun yang selalu tampil ramah dan mudah senyum. Dalam buku “Apa dan Siapa Sejumlah Alumni UGMâ€, diceriterakan bahwa saat masih menjadi mahasiswa, Boma muda memang memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi, tidak heran pada masa perpeloncoaan Boma dijadikan bulan-bulanan oleh para seniornya. Misalnya, ia diharuskan merangkak di kolong sederetan kursi kecil atau diadu dorong-dorongan dengan rekan plonco terkurus dan terkecil.
“Betapapun perpeloncoan itu memberi kesan khusus bagi saya,†kenang Boma, seperti yang ditulis dalam buku tersebut.
Bila dalam pelepasaan jenazah ke peristirahatan terakhirnya di Balairung, pukul 14.15, suasan langit yang tampak mendung, seolah menambah haru suasana, disertai para pelayat yang semakin banyak berdatangan hadir. Barangkali ada diantara mereka masih tidak menggira bila pria ramah dan suka senyum itu begitu cepat meninggalkan kehidupan mereka, maka pantaslah bila UGM pada hari itu merasa kehilangan tokoh panutannya dan melepaskannya dengan penuh rasa keikhlasan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)