Standardisasi dalam era perdagangan bebas semakin memainkan peran yang sangat penting. Dalam perdagangan bebas, standardisasi menjadi instrumen yang dapat mendukung sekaligus mengendalikan pasar serta perilaku pasar. Meski begitu, masih banyak permasalahan terkait dengan standardisasi muncul sejalan dengan meningkatnya dinamika perdagangan. Oleh karena itu, proses pengembangan standardisasi harus mendapat dukungan hasil kajian ilmiah yang selalu berpijak pada landasan konkret yang dapat dipertanggungjawabkan.
Demikian pernyataan Deputi Bidang Penelitian dan Kerja Sama Standardisasi, Ir. TAR Hanafiah, M.Sc., menyampaikan sambutan Kepala BSN (Badan Standardisasi Nasional) saat membuka acara Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi (PPIS) hasil kerja sama BSN dan Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (15/7).
Berbagai kajian ilmiah harus mengikuti kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi serta selalu dapat mengimbangi dan mengikuti perkembangan dinamika industri dan perdagangan. Untuk mendukung tujuan organisasi, jaringan litbang standardisasi perlu disediakan dan dikembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan sarana yang dapat menampung hasil penelitian dan kajian yang mendukung pengembangan standardisasi.
Ditambahkan bahwa berbagai penyediaan sarana dirasakan penting karena kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang standardisasi tidak hanya dilakukan di lingkungan Badan Standardisasi Nasional, tetapi juga oleh pihak lain yang memperhatikan masalah standardisasi. “Karenanya Forum Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk tujuan tersebut dan tema kali ini ‘Perkembangan Hasil Penelitian & Pengembangan dan Standardisasi Efisiensi Energi’. Seperti diketahui bahwa energi merupakan salah satu sumber daya yang digunakan oleh perusahaan atau organisasi dalam memproduksi barang,” kata Hanafiah di University Club UGM.
Data menyebutkan energi yang dikonsumsi oleh industri, rumah tangga, komersial, transportasi, dan lainnya semakin tahun terus meningkat. Meningkatnya kebutuhan energi oleh berbagai sektor tersebut harus diimbangi juga dengan jaminan ketersediaan sumber energi itu sendiri. Selain itu, faktor kualitas, kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan yang saat ini menjadi kekhawatiran dunia juga harus diperhatikan. Salah satunya dengan penggunaan standar yang terkait energi dan lingkungan. “Salah satunya adalah ISO 50001 yang baru diluncurkan bulan Juni yang lalu. Penerapan sistem manajemen ISO 50001 setidaknya akan menghasilkan beberapa keuntungan, antara lain, finansial dan lingkungan,” terangnya.
Sistem manajemen energi yang telah diset dapat membantu mewujudkan kelangsungan jangka pendek suatu organisasi/perusahaan pada saat harga energi sangat mahal ataupun saat langka tersedia pasokan energi. Selain itu, manajemen energi dapat membantu pula organisasi/perusahaan mewujudkan kesuksesan jangka panjang dan dapat dimanfaatkan sebagai investasi. ISO 50001 adalah standar pragmatis yang akan membantu perusahaan untuk mengintegrasikan manajemen energi dengan praktik bisnis. Hal ini memungkinkan perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengurangi biaya energi dan meningkatkan penggunaan efisiensi seluruh rantai pasokan global. “Penerapan standar ini diharapkan memberikan kontribusi untuk penggunaan sumber energi yang tersedia lebih efisien, meningkatkan daya saing, dan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan lainnya yang terkait dampak lingkungan,” lanjutnya.
Menurut Hanafiah, ISO telah melakukan penerapan percontohan untuk standar ISO 50001; yang pertama adalah pengalaman dari industri besar ketika perusahaan dapat mengurangi penggunaan energi sebanyak 17,9% selama dua tahun. Pada saat yang sama, prinsip ISO 50001 juga berhasil diterapkan oleh usaha kecil yang mempekerjakan 36 orang. Dalam dua tahun,ternyata perusahaan ini dapat menghemat energi sebesar 14,9%.
Selain ISO 50001, terkait dengan masalah kualitas, kesehatan, keamanan, dan lingkungan, masih ada standar yang dapat digunakan sebagai sebuah standar keamanan minimum untuk mengurangi bahaya sampai ke tingkat aman. Sementara itu, BSN telah mengadopsi standar ISO 14000 mulai dari sistem manajemen lingkungan sampai ke bagian terbaru ISO 14064 bagian 1, 2, dan 3, bersama dengan ISO 14065 dan ISO 14066 terkait dengan Green House Gases serta ISO 26000:2010 tentang Guidance for Social Responsibility.
Dalam penerapannya, banyak aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang muncul dan memerlukan kajian-kajian yang perlu dilaksanakan dengan cermat dan berprinsip pada kaidah penelitian yang benar. Sebagai contoh, pemberlakuan wajib beberapa standar terkait dengan program konversi energi minyak tanah ke LPG, yang banyak memunculkan permasalahan dalam pelaksanaannya dan memerlukan kajian yang cermat dalam mengatasi permasalaahan yang muncul.
Contoh lain, terkait dengan pemanfaatan biomassa diperlukan kajian-kajian tentang jenis dan kuantitas biomassa serta manfaat dan peluang bisnis yang mungkin dikembangkan. “Semua kajian ini memerlukan wadah untuk penyebarluasannya, salah satunya adalah forum PPIS semacam ini, dan melalui PPIS ini diharapkan mendapatkan hasil yang berguna bagi pengembangan standardisasi di Indonesia, khususnya terkait dengan standardisasi untuk efisiensi energi,” harapnya. (Humas UGM/ Agung)