Limbah padat (onggok) tapioka yang selama ini hanya menjadi makanan ternak bisa dimanfaatkan menjadi makanan penyegar yang berserat bernama Nata de Cassava. Di tangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, limbah padat yang kurang ekonomis tersebut diubah menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.
Margianto mahasiswa akhir Fakultas Biologi angkatan 2004, penggagas ide hasil inovasi ini mengatakan satu kilogram onggok hanya dihargai Rp 300. Ketika berubah menjadi nata de cassava, onggok menjadi mahal dua kali lipatnya, yakni Rp 750.
“Nilai ekonomisnya tinggi dan prospeknya menjanjikan di masa depan,†kata Margianto saat bincang-bincang dengan wartawan, Jumat (27/6) di Ruang Fortakgama UGM.
Bersama tiga tim yang lain yakni Indra Tri Wibowo, mahasiswa Biologi angkatan 2005, Nur Kartika Indah Mayasti, Fakultas Tenologi Industri Pertanian 2006, dan Muhammad farid Alfaristy, Fakultas Ekonomi angkatan 2005 UGM, tim Cassava memenangkan kejuaraan tingat nasional. Mereka dinobatkan oleh tim juri sebagai juara I lomba Inovasi kewirausahawan nasioanal, ‘Innovative Entrepreneurship Chalengge 3’ yang diselenggarakan Institut Teknologi Bandung bekerjasama dengan Indosat.
Menurut Indra, setiap satu kilogram onggok, setelah diproduksi menjadi lima kilogram lembaran nata. Selain bernilai ekonomis, nata de cassava baik untuk kesehatan. Kandungan gizi setiap 100 gram basah produk ini mengandung serat kasar sebesar 1,71 persen.
“Karena berserat tinggi, sehat untuk pencernaan. Tapi ada kelebihan dan kekurangan produk ini dibandingkan produk nata yang lain. Kelemahannya, kalau nata de cassava membutuhkan waktu proses yang lebih lama karena proses hidrolisis karbohidrat menjadi gula melalui fermentasi,†ujarnya.
Dalam prosesnya perlu waktu tiga hari lebih lama dari Nata de coco, menurut indra kelebihannya, nata de cassava mengandung gula 5-7 persen, sementara Nata de coco hanya 2 persen, sehingga tidak membutuhkan penambahan gula.
Diakui Indra, produk inovasi mereka telah dipesan oleh beberapa perusahaan. Hanya saja ada yang ditolak karena mereka minta dalam jumlah yang besar. Lagi pula, tim ini masih menganggap produk belum bisa diluncurkan segera dengan alasan memerlukan penyempurnaan.
“Dari skala lab ke masyarakat masih membutuhkan penyesuaian,” kata Indra Tri Wibowo. (Humas UGM/Gusti Grehenson)