Mahasiswa UGM kembali berpartisipasi di kancah internasional. Tiga mahasiswa Fakultas Kehutanan yang tergabung dalam organisasi The International Forestry Students’ Association (IFSA) mengikuti International Conference on Forest Tenure, Governance, and Enterprise, yang digelar oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, International Tropical Timber Organization (ITTO), The Rights and Resources Initiative (RRI), dan mitra lainnya. Para mahasiswa itu ialah Ahmad Karsidi, Binsar Liem Sihotang, dan Metia Lembasi.
Konferensi dilaksanakan di Lombok, NTB, 11-15 Juli 2011, dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari 33 negara di kawasan Asia Pasifik, antara lain, perwakilan dari pemerintahan, LSM, badan-badan kebijakan regional Asia, masyarakat sipil, peneliti, sektor swasta, dan organisasi industri, serta mahasiswa. Konferensi tersebut merupakan lanjutan dari konferensi sebelumnya yang digelar di Brazil pada 2007 silam.
Metia Lembasi menuturkan dalam konferensi yang mengangkat tema ‘Experiences and Opportunities for Asia in Changing Context’ ini, para mahasiswa mendapat kesempatan untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan kelemahan pemerintahan dan kurang kuatnya hak milik terhadap suatu sumber daya hutan. Beberapa di antaranya ialah masih adanya overlapping atau konflik dalam hal pengklaiman lahan, ketidakseimbangan dalam penentuan hak, serta kurangnya pengenalan dan pengetahuan terhadap tradisi sistem kepemilikan lahan. “Hal-hal tersebut sangat menentukan kontribusi kehutanan sebagai tempat pencarian nafkah maupun peningkatan ekonomi masyarakat di tingkat lokal, nasional, maupun regional yang sejalan dengan konservasi dan kelestarian penggunaan terhadap sumber daya hutan tropis,†kata Metia, Rabu (27/7), di kampus UGM.
Ditambahkan Metia bahwa dengan mengikuti kenferensi tersebut, para mahasiswa juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti secara langsung diskusi oleh para pemangku kepentingan terkait dengan hutan untuk menyusun agenda bersama mengenai pengelolaan hutan yang lestari dan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Sementara itu, Binsar Liem Sihotang mengakui keikutsertaannya bersama dengan dua rekannya dalam konferensi tersebut merupakan sebuah pengalaman yang berharga. Melalui kegiatan itu, mereka dapat berinteraksi dan berdialog secara langsung dengan para ahli di bidang kehutanan. “Sungguh pengalaman yang berharga. Konferensi ini sangatlah penting bagi kami, khususnya pemuda untuk mengetahui berbagai isu tentang tenurial hutan, konflik yang terjadi dan bagaimana membangun keseimbangan tujuan antara semua pihak agar tidak ada yang merasa dirugikan†tutur Binsar. (humas UGM/Ika)