Posisi daya saing bangsa Indonesia dinilai lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang sejak lama telah memasukkan unsur pengetahuan dan inovasi ke dalam setiap aktivitas ekonominya. Oleh karena itu, perlu banyak pihak melakukan perubahan paradigma untuk mengikutsertakan inovasi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Dengan ekonomi inovasi sebagai paradigma ekonomi pembangunan berbasis pengetahuan ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang akhirnya mampu meningkatkan kemakmuran/kesejahteraan.
Demikian pernyataan Prof. Dr. Ir. Zuhal Abdul Kadir, M.Sc.EE, Ketua Komite Inovasi Nasional seusai kegiatan Public Lecture bertema ‘Sistem Inovasi: Paradigma Pembangunan Ekonomi Berdaya Saing’ di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (25/7). Dikatakannya bahwa untuk keberlangsungan ekonomi hingga 2025 pemerintah telah membentuk dua komite untuk percepatan pembangunan ekonomi, yaitu Komite Inovasi Nasional (KIN) dan Komite Ekonomi Nasional (KEN). “Saat ini, kita berusaha menyosialisasikan inovasi yang tumbuh dari bawah bukan dari atas. Melalui sistem pendidikan dan budaya kita ingin mempersiapkan masyarakat berbasis inovasi. Untuk itu, kampus seperti UGM diharapkan sebagai ujung tombak sistem inovasi nasional,” katanya.
Dengan KIN, berbagai hasil penelitian yang berserakan dan produk pemikiran-pemikiran kreatif dapat dimanfaatkan untuk masyarakat. Melalui Research dan Development (R & D), lembaga ini berusaha menciptakan kondisi kreatif untuk berbagai produk yang dapat dimanfaatkan masyarakat, dan untuk lebih mewujudkan ekonomi inovasi di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Masterplan itu telah diluncurkan pada 27 Mei 2011 dan membagi Indonesia ke dalam 6 koridor ekonomi, yakni koridor Sumatera (Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi Dan Lumbung Energi Nasional), koridor Jawa (Pendorong Industri dan Jasa Nasional), koridor Bali-Nusa Tenggara (Pintu Gerbang Pariwisata Nasional dan Pendukung Pangan Nasional), koridor Kalimantan (Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional), koridor Sulawesi (Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, MIGAS dan Pertambangan Nasional) dan koridor Papua-Maluku (Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional).
Menurut Zuhal, di setiap koridor tersebut terdapat pusat-pusat keunggulan yang dimotori oleh perguruan tinggi yang sinergis dengan Bisnis dan Pemerintahan (Jejaring Triple Helix). Sementara itu, kesepuluh perguruan tinggi yang ditunjuk ialah Unsyiah, ITB, IPB, UI, UGM, ITS, Udayana, Universitas Cenderawasih, dan Universitas Pattimura. “Semua itu untuk memperkuat konektivitas antarkoridor, memperkuat aktivitas perluasan dan mempercepat pembangunan koridor. Selain itu, diharapkan memperkuat sumber daya manusia dan inovasi di masing-masing koridor,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)