Sampai saat ini Indonesia belum tercatat dalam pemanfaatan secara signifikan renewable energi (energi terbarukan) seperti pemanfaatan energi surya, angin dan fuel ethanol. Padahal ketergantungan terhadap pada sumber energi minyak bumi, gas dan batubara ketersediaannya semakin terbatas.
“Bila dihitung dari rata-rata produksi aat ini maka diperkirakan minyak bumi hanya mampu bertahan sekitar 24 tahun, gas hanya cukup bertahan sampai 59 tahun. Sementara batu bara berkisar 93 tahun,†ungkap Ir Sukusen Soemarinda, Ketua Umum Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada (KATGAMA) dalam seminar “Energi dalam Krisi: Antara Kebijkan, Kbutuhan dan Ilmu Pengetahuanâ€, Sabtu (28/6) di Ruang Auditorium MM UGM.
Seminar yang dilaksanakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Elektro UGM ini menghadirkan Anggota Komisis VII DPR RI Ir Agusman Effendi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PT PLN, PT PNG dan PT Bukit Asam.
Menurut Sukusen Soemarionda, penggunaan renewable energi yang belum optimum termasuk penggunaan geothermal disebabkan konsumsi energi saat ini masih didominasi oleh energi minyak, gas dan batubara yang merupakan energi fosil yang sangat terbatas. Padahal, tambah Soemarinda, kemampuan menemukan cadangan minyak yang cukup besar diperlukan waktu paling sedikitnya 15-20 tahun dari mulai eksplorasi sampai produksi komersial hingga selama 50 tahun.
“Pengembangan lapangan minyak memerlukan waktu lama untuk pembangunannya. Sedangkan penerapan teknologi baru disektor minyak dan gas memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai penerapan komersial,†paparnya.
Dirinya memprediksikan paling tidak sampai 2030, konsumsi energi masih didominasi oleh energi minyak, gas dan energi batubara. Karenanya, energi baru yang berkaitan dengan ketersediaan batubara perlu dikembangakan segera seperti coal bed methane (CBM), Gasifikasi batubara, Broen Coal Liquefraction (BCL).
“Mengingat potensinya yang sangat besar, energi terbarukan seperti energi geothermal perlu segera dioptimumkan pengembangannya sebagai energi bersih alternatif untuk mengurangi penggunann energi fosil,†jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Sugiantoro dalam pidatonya yang dibacakan oleh Kepala Badan Diklat Departemen ESDM Dr Ir Irwan Bahar bahwa jumlah sumber daya energi di Indonesia semakin terbatas sehingga diperlukan upaya efisiensi dan alternatif seumber energi baru. Disebutkan oleh Irwan, ketersediaan potensi sumber daya minyak bumi berkisar 56,6 miliar barrel. Sedangkan cadangan yang sudah tereksplorasi sekitar 8,4 miliar barrel dan sementara produksi sudah mencapai 348 juta barrel.
Adapun sumber energi gas bumi, indonesia memiliki potensi sumber daya 334,5 TSCF, dengan cadangan sekitar 165 TSCF dan produksi 2,79 TSCF. Sedangkan sumber daya batu bara, Indonesia memiliki 90,5 milyar ton dengan cadangan 18,7 miliar ton dengan produksi baru 201 juta ton.
Mengatasi makin menipisnya sumber daya energi ini, kata Irwan, pemerintah telah melakukan program efisiensi energi yang nantinya dilakukan oleh masyarakat luas. Program ini tandasnya dalam rangka meningkatkan kesadaran, motivasi, kemauan serta gerakan masyarakat agar melakukan penghematan energi. Selain itu juga diikuti dengan program labelisasi peralatan rumah tangga.
“Labelisasi peralatan hemat energi dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat efisiensi energi sehingga konsumen mempunyai pilihan tepat dalam membeli peralatan rumah tangga,†ungkap Irwan.
Sementara anggota Komisis VII DPR RI Ir Agusman Effendi mengungkapkan program konservasi energi nasional menjadi tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat.
Kendati begitu, mendukung keberhasilan program konservasi energi setidaknya mesti diikuti dengan pemberian insentif dan disinsentif dari pemerintah kepada konsumen. “Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan atau diberi insentif oleh pemerintah mauoun pemerintah daerah,†katanya.
Sedangkan pengguna sumber nergi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi energi, imbuhnya, diberi disinsentif oleh pemerintah atau pemerintah daerah. (Humas UGM/Gusti Grehenson)