Penggunaan herbal untuk pengobatan telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak berabad-abad lalu dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun, tidak sedikit pengobatan herbal yang masih belum tepat dan rasional, salah satunya pada masyarakat Desa Sendangmulyo, Minggir, Sleman. Kenyataan tersebut menggerakkan lima mahasiswa Fakultas Farmasi UGM untuk menyosialisasikan penggunaan herbal untuk pengobatan secara tepat dan rasional.
Kelima mahasiswa tersebut ialah Immas Titi H., Arina N. Baroroh, Kurnia Amanti, Novita Inar A., dan Lutfiana Dwi A. Mereka membentuk program herbal homeschooling di Desa Sendangmulyo karena melihat besarnya potensi sumber daya alam di wilayah tersebut, terutama tanaman herbal. Beberapa tanaman, antara lain kunyit, jahe, temulawak, kencur, sambiloto, gandarusa, kejibeling, brotowali, dan katuk, tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan. “Di Sendangmulyo, tanaman herbalnya sangat melimpah dan sudah digunakan untuk pengobatan herbal. Namun, pemakaiannya dalam pengobatan belum dilakukan secara tepat dan belum rasional. Semisal, penggunaan daun sambiloto untuk pengobatan darah tinggi cukup dengan 5-7 lembar diseduh dengan ½ cangkir air panas dan diminum 3 kali sehari. Namun, masyarakat di sana seringkali menggunakan daun tersebut dengan ukuran dan dosis sesukanya, tidak sesuai standar,†kata Immas saat berbincang-bincang dengan wartawan, Kamis (4/8), di Stana Parahita UGM.
Program herbal homeschooling yang dibentuk lima sekawan ini melibatkan ibu-ibu Kelompok Wanita Tani Khoirunnisa, Sendangmulyo. Para ibu kelompok tani tersebut selain diberikan pengetahuan herbal secara umum, juga diajari cara budidaya herbal, teknik panen dan pengolahan pascapanen. Di samping itu, dalam herbal homeschooling juga diberikan pengetahuan mengenai penggunaan herbal untuk pengobatan secara tepat dan rasional (fitoterapi). “Program yang kami tawarkan disambut baik oleh ibu-ibu Kelompok Wanita Tani Khoirunnisa. Para ibu cukup antusias mengikuti program ini. Setiap kali pertemuan setidaknya ada 30 orang yang hadir, bahkan pada sesi fitoterapi ada sekitar 70-an ibu-ibu yang hadir,†terangnya.
Program herbal homeschooling yang terbentuk 14 Mei 2011 lalu telah berhasil mengkader 11 ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pembentukan Pos Herbal Desa. Pos Herbal Desa merupakan wadah informasi penggunaan herbal secara tepat dan rasional yang bertempat di Dusun Sembuhan, Desa Sendangmulyo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.
Herbal homeschooling yang terbentuk dari program kreativitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat ini berhasil mengantarkan para mahasiswa muda tersebut meraih emas pada kategori presentasi di Pimnas XXIV yang digelar di Universitas Hasanuddin, Makassar, beberapa waktu lalu.
Lutfiana Dwi A. menambahkan Pos Herbal Desa yang telah terbentuk memiliki lima program kerja yang dirumuskan secara bersama-sama oleh ibu-ibu dan mahasiswa. Program tersebut adalah pertemuan rutin setiap bulan, budidaya herbal, penyuluhan, pengolahan herbal, dan marketing herbal olahan. “Beberapa waktu lalu, ibu-ibu di sana sudah melaksanakan beberapa program kerja, yaitu pembuatan jahe instan dan pembuatan jamu untuk kesehatan, seperti jamu pelangsing dan lulur pengantin,†jelas mahasiswi angkatan 2009 ini.
Meskipun periode program krativitas mahasiswa telah berakhir, kelimanya tetap melakukan pendampingan program kerja. “Dengan adanya kader, pos herbal dan program kerja yang telah disusun, kami yakin program ini dapat teus berlanjut sehingga Desa Sendangmulyo bisa menjadi desa percontohan yang mampu mengusahakan kesehatannya secara mandiri menggunakan herbal,†ujar Lutfiana.
Ke depan, mereka tidak menutup kemungkinan untuk membuat herbal homeschooling di daerah lainnya. Namun, untuk saat ini hingga satu tahun ke depan, Immas dan kawan-kawan memfokuskan diri untuk menguatkan herbal homeschooling yang telah terbentuk di Sendangmulyo. “Sekarang kami baru fokus menguatkan yang di Sendangmulyo. Tapi, ke depan tidak tertutup kemungkinan bagi kami untuk membuat kembali herbal homeschooling di daerah lain,†tuturnya. (Humas UGM/Ika)