Banyak temuan menarik mengenai kinerja Trans Jogja yang diperoleh melalui studi yang dilakukan oleh CIMDEV-Jurusan AN UGM. Berbagai temuan ini dipaparkan oleh Tim Peneliti pada 25 Juni 2008, di Fisipol. Selain pemaparan lisan, Tim juga telah menyiapkan seri laporan penelitian yang bersifat ringkas, padat, dan mudah dipahami. Berbagai media massa telah memuatnya sehingga publik dapat mengetahuinya. Bahkan, publik lebih banyak mengetahuinya dari pemberitaan media massa ini. Hanya saja, terdapat sejumlah hal yang perlu diluruskan dari pemberitaan media tersebut.
Pertama, mengenai penurunan jumlah pengguna Trans Jogja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepuasan pengguna dan efektivitas sistem layanan. Jumlah pengguna menjadi ukuran dasar untuk menilai efektivitas sistem layanan Trans Jogja. Operasionalisasi Trans Jogja telah menggunakan sistem informasi yang berbasis teknologi internet, sehingga semua transaksi di setiap halte dapat terekam dan terakumulasi oleh Card Centre yang terdapat di Kantor Dinas Perhubungan Provinsi DIY. Seharusnya, jumlah pengguna harian ataupun rata-rata harian perbulan dapat diketahui dengan mudah dengan adanya sistem yang demikian. Sayangnya, sistem informasi ini belum berfungsi secara optimal sehingga data yang valid mengenai jumlah pengguna tidak dapat diketahui dengan mudah.
Tim peneliti telah menyadari dan memaparkan adanya kendala tersebut, sehingga fokus pemaparan selanjutnya bukan lagi mengenai jumlah pengguna. Begitu juga dengan seri laporan penelitian yang bersifat tertulis, sama sekali tidak menyebutkan jumlah pengguna. Tetapi peneliti memaknai hal itu sebagai persoalan tersendiri, yaitu menjadi tidak mudahnya publik dan stakeholders untuk menilai efektivitas Trans Jogja. Publik juga tidak dapat dengan mudah mengevaluasi akuntabilitas Trans jogja padahal pengembangan Trans Jogja dilakukan dalam rangka mengatasi persoalan publik dengan menggunakan dana publik yang besar. Ini implikasi penting dari ketidaktersediaan data yang valid mengenai jumlah pengguna. Menurut Dinas Perhubungan DIY, jumlah pengguna tidak mengalami penurunan bahkan akhir-akhir ini meningkat. Yang terpenting adalah, validitas harus diutamakan dalam menghitung jumlah pengguna, kemudian keterbukaan terhadap publik.
Kedua, mengenai tingkat peralihan pengguna angkutan umum reguler ke Trans Jogja. Metode penelitian ini tidak dirancang untuk mengetahui tingkat peralihan tersebut. Dalam diskusi maupun seri laporan penelitian juga tidak pernah menggunakan istilah tersebut. Hasil penelitian sebatas menunjukkan indikasi bahwa pengguna Trans Jogja kebanyakan adalah pengguna angkutan umum reguler, bukan pengguna kendaraan pribadi. Ini tercermin dari proporsi responden sejumlah 53 persen yang merupakan pengguna angkutan umum (selain Trans Jogja), 36 persen pengguna sepeda motor pribadi, 8.7 persen pengendara mobil pribadi, dan 1.6 persen sisanya mengendarai jenis kendaraan lainnya, seperti sepeda (onthel) dan kendaraan dinas. Selain itu, responden pengguna Trans Jogja yang mengaku intensif (selalu dan sering) mengakses layanan, lebih banyak dari mereka yang sebelumnya merupakan pengguna angkutan umum tersebut. Sementara itu, responden pengguna Trans Jogja yang sebelumnya merupakan pengguna kendaraan pribadi, sebagian besar di antaranya mengatakan jarang menggunakan layanan Trans Jogja. Kesimpulan terhadap data yang demikian tentunya bukan menunjukkan tingkat perpindahan, tapi itu mengindikasikan bahwa pemanfaatan layanan Trans Jogja belum optimal.
Ketiga, menyangkut penilaian pengguna terhadap sikap atau keramahan petugas dalam melayani. Hasil penelitian kami menunjukkan sebagian besar responden (>90 persen) menilai, masing-masing terhadap pramugrara/i, petugas tiket, dan petugas penjaga pintu halte, telah bersikap ramah dalam melayani pengguna. Ini merupakan sebuah prestasi yang perlu dipertahankan. Namun demikian, masih terdapat sejumlah responden yang menilai petugas tidak bersikap ramah, yaitu masing-masing terhadap pramugara/i bus (7.2 persen), petugas tiket di halte (6.4 persen), dan petugas pembuka pintu halte (3.2 persen). Meskipun kecil peresentasenya, ini tetap perlu mendapatkan perhatian bagi pengelola dalam menyiapkan SDM petugas. Keramahan petugas dalam melayani pengguna seharusnya menjadi nilai lebih yang ditawarkan Trans Jogja sehingga semakin banyak diminati warga.
Sebagai program perbaikan layanan angkutan umum yang belum lama dioperasikan, tentunya memerlukan waktu untuk mencapai hasil yang optimal. Evaluasi secara reguler perlu dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah aspek dalam sistem layanan yang masih memerlukan perbaikan. Hasil penelitian ini merupakan salah satu bentuk partisipasi dan dukungan CIMDEV-Jurusan Ilmu Administrasi Negara UGM terhadap upaya mengatasi persoalan manajemen transportasi perkotaan di Jogjakarta secara umum, dan secara khusus terhadap operasionalisasi sistem layanan Trans Jogja.