Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menyebutkan Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman etnik, agama dan keyakinan, budaya dan tradisi, serta bahasa yang paling kaya sekaligus problematik di dunia. Namun, keberagaman yang ada tidak lantas menjadikan manusia Indonesia terpecah-pecah, tetapi tetap satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia, dalam bingkai NKRI yang tidak dapat ditawar lagi karena telah menjadi realitas sejarah yang final.
Kebhinnekaan tersebut dapat menjadi modal dasar yang berharga dalam meneguhkan kepemimpinan Indonesia dalam forum ASEAN guna mengokohkan solidaritas dalam pencapaian komunitas ASEAN 2015. “Pada masa kepemimpinan ASEAN tahun 2011 ini, Indonesia wajib mewujudkan hasil dan manfaat ASEAN agar nyata dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara merata,†kata Gubernur DIY dalam sambutan pada peringatan HUT ke-66 Proklamasi Kemerdekaan RI, yang dibacakan Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng., Ph.D., Rabu (17/8), di halaman Balairung, Kantor Pusat UGM.
Gubernur DIY menuturkan aspek pemerataan merupakan satu hal yang mendesak untuk segera diwujudkan karena saat ini ketimpangan tingkat kesejahteran rakyat terasa semakin dalam. Selain itu, penegakan hukum yang belum memenuhi asas keadilan, juga penindakan korupsi yang bersifat reaktif dan parsial di tengah maraknya virus korupsi yang sistematik. “Sementara intervensi asing menjadi bayang-bayang yang terasakan dalam berbagai produk perundang-undangan yang tak sejalan dengan Konstitusi dan Pancasila,†tuturnya.
Pada lingkup regional DIY, juga terasa adanya kegelisahan mayoritas masyarakat karena RUUK DIY yang tak kunjung memperoleh solusi elegan berlandaskan UUD 1945 dan berpijak pada dimensi sosio-kultural-historis yang menjadi karakteristik khas Yogyakarta dan segenap warganya. “Dalam menghadapi dilema bangsa tersebut, hendaknya kita baca makna dari jiwa proklamasi. Untuk merefleksikan jiwa proklamasi, kita harus menelusuri lorong sejarah ketika pendiri bangsa tengah mencari-cari bentuk keindonesiaan kita. Hal ini seakan ada paralelisme sejarah dengan situasi saat ini yang penuh kompleksitas permasalahan bangsa yang mengancam cita-cita kebangsaan kita,†tambahnya.
Gubernur DIY mengatakan ‘mimpi bersama’ tentang keindonesiaan harus diciptakan kembali agar segala macam bentuk kompleksitas permasalahan bangsa tidak mengancam stabilitas dan eksistensi bangsa. Dalam perspektif budaya untuk mencapai Indonesia yang lebih baik, masyarakat Indonesia harus membangun watak yang memihak bangsa sendiri, berakar budaya yang berorientasi progresif agar mampu berbicara di arena global dan dihormati bangsa-bangsa lain di dunia.
“Maka, marilah kita kembali pada jiwa proklamasi sebagai bangsa bermartabat, memiliki jiwa proklamasi sebagai bangsa bermartabat, memiliki jiwa merdeka, keikhlasan untuk berkorban, tekad bersatu dengan kesadaran hidup dalam kebhinnekaan. Semoga jiwa Proklamasi 1945 bisa terwujud supaya bisa kita petik buahnya secara merata sehingga mampu mempercepat tercapainya misi menyejahterakan dan mencerdaskan bangsa dalam penyelenggaraan demokrasi yang berkeadilan bagi segenap lapisan masyarakat,†pungkasnya.
Dalam upacara kali ini, tampak hadir jajaran Pimpinan Universitas dan Fakultas, tenaga pendidik dan kependidikan, serta mahasiswa di lingkungan UGM. (Humas UGM/Ika)
.