YOGYAKARTA-Prestasi gemilang kembali diraih oleh mahasiswa UGM. Kali ini, giliran Nuvi Gustriawanto (20), mahasiswa Fakultas Farmasi UGM angkatan 2009, yang berhak atas predikat juara. Nuvi berhasil menjadi juara dunia pada level beginner Kompetisi Konseling Pasien Tingkat Dunia (Patient Counseling Event 2011) di Thailand, 3-13 Agustus lalu. Dalam kompetisi tersebut, Nuvi berhasil unggul atas pesaingnya yang berasal dari Tunisia dan AS.
Menurut penuturan Nuvi, dalam kompetisi yang juga bertepatan dalam rangkaian International Pharmacy Student Federation (IPSF), yang dihadiri sekitar 51 negara ini, ia berhasil menyisihkan 19 peserta pada tahap elemininasi. Pada tahap ini, Nuvi mengaku sempat cemas mengingat lawan-lawan yang dihadapinya berasal dari negara-negara yang cukup maju bidang farmasinya, seperti AS dan Kanada. “Terus terang, sempat cemas dan was-was karena lawannya dari negara yang maju bidang farmasi dan klinik-kliniknya, seperti AS dan Kanada,†ujar Nuvi di Ruang Stana Parahita, Rabu (24/8).
Nuvi menjelaskan kompetisi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu beginner (untuk mahasiswa S-1) dan advance (profesi dan S-2). Pada tahap eliminasi yang melibatkan 19 peserta ini, Nuvi harus memberikan konseling kepada pasien tentang infeksi gigitan anjing. Selanjutnya, pada tahap tiga besar, tema yang dihadapi Nuvi ialah hormon replacement therapy pada kasus menopause wanita.
Meskipun sempat dilanda cemas dan grogi, Nuvi mengaku tetap bersemangat dalam kompetisi itu. Berbekal bahasa Inggris yang dikuasai dan pengalamannya di Pusat Informasi Obat Gadjah Mada, akhirnya Nuvi dinyatakan oleh dewan juri sebagai juara pertama. “Di kelompok studi Pusat Informasi Obat UGM, kebetulan banyak ilmu soal konseling dan obat yang saya pelajari, selain kemampuan bahasa Inggris yang saya kuasai selama ini,†imbuh mahasiswa kelahiran Yogyakarta, 3 Agustus 1991 ini.
Pada kesempatan itu, Nuvi bercerita ketika ia menghadapi pasien dengan keluhan sesuai tema yang sudah disiapkan oleh juri. Ketika memberikan konseling, khususnya obat kepada pasien, dimulai dari introduksi, mengetahui data/informasi pasien, gaya hidupnya, riwayat penyakit, pemberian resep hingga tahap akhir. Nuvi menilai sikap empati memiliki porsi yang besar atas pemahaman terhadap obat dan kesembuhan pasien. Ia mencontohkan peran farmasis yang dapat mencegah kesalahan penggunaan obat hingga pemilihan obat yang tepat, bahkan terjangkau oleh masyarakat. “Kadang kesadaran masyarakat juga belum terbangun untuk berargumen dan bertanya tentang obat yang diresepkan dokter. Berbeda dengan yang sudah terbangun di luar negeri,â€jelas Nuvi.
Nuvi yang mengikuti kompetisi dengan biaya sendiri ini mengaku memperoleh sertifikat, piagam penghargaan, dan buku terapi asli berhologram setelah dinyatakan menjadi juara. Ia berharap ke depan peran farmasis di Indonesia akan lebih baik dan sederajat dengan dokter terkait dengan pemberian resep kepada pasien. Selamat! (Humas UGM/Satria AN)