
YOGYAKARTA – Menteri Perikanan dan Kelautan, Fadel Muhammad, mengatakan Indonesia harus segera menghentikan kebijakan impor garam. Pasalnya, saat ini produksi garam dalam negeri sudah dapat mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun. “Sebenarnya potensi garam cukup besar. Negara ini sebenarnya bisa memenuhi kebutuhannya. Kebiasaan impor harus dikurangi,” ujar Fadel di sela-sela reuni akbar alumni Sekolah Pascasarjana UGM, Jumat (23/9).
Menurut pria asal Gorontalo tersebut, selama ini pemerintah masih terus mengimpor garam dari berbagai negara hingga mencapai 935 ribu ton per tahun. Namun, tingginya angka impor garam dengan harga sangat rendah membuat harga garam lokal menjadi anjlok. “Akibatnya, tidak banyak petani yang mau memproduksi garam lokal untuk bersaing dengan garam impor karena tidak menguntungkan secara ekonomi,†tambahnya.
Fadel menuturkan Kementerian Perikanan dan Kelautan tengah mengembangkan sentra industri garam pasca kebijakan penghentian impor garam. Sebanyak sepuluh lokasi yang potensial dipilih untuk pemberdayaan sentra garam, antara lain Indramayu, Cirebon, Pamekasan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan tiga lokasi di Madura. â€Selama ini, sentra penghasil garam baru ada di 40 lokasi di sepuluh kabupaten/kota,†katanya.
Ditambahkan Fadel, dengan adanya penambahan lokasi sentra garam, produksi akan semakin meningkat. Dengan demikian, kebiasaan impor harus dikurangi sehingga berdampak pada tumbuh dan berkembangnya produksi garam lokal. Sementara itu, untuk pengembangan sentra industri garam, Kementerian Perikanan dan Kelautan telah mengalokasikan anggaran sekitar 90 miliar rupiah pada tahun ini. “Jumlahnya akan dinaikkan dua kali lipat tahun depan, sepenuhnya dialokasikan untuk pemberdayaan produksi garam,†imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pupuk Nasional, Dr. Zaenal Soedjais, menuturkan pemerintah daerah diharapkan membantu dalam memasarkan produk-produk hasil pertanian sehingga dapat diupayakan harga terbaik yang akan diterima oleh petani. Tidak cukup itu saja, daerah juga berjuang untuk mencegah masuknya barang-barang pertanian dari luar negeri jika diketahui akan merugikan petani. “Kebijakan ini sudah dijalankan oleh Sragen dan Tasikmalya. Kiranya daerah lain dapat melakukan hal yang sama,†pungkasnya.(Humas UGM/Gusti Grehenson)