
YOGYAKARTA-Persoalan keamanan dan kenyamanan suatu negara menjadi salah satu kunci utama berkembangnya pariwisata di negara tersebut, termasuk di Indonesia. Sayangnya, di beberapa kesempatan para wisatawan khususnya wisatawan mancanegara (wisman) belum mendapatkan rasa aman dan nyaman untuk berkunjung dan berwisata di Indonesia. Ini antara lain disebabkan oleh beberapa aksi teror bom yang terjadi. Terakhir, aksi teror bom bunuh diri di Solo, Minggu (25/9).
“Meskipun saya yakin aksi bom Solo tidak akan berdampak lama bagi kemajuan pariwisata Indonesia. Tapi kita akui persoalan keamanan dan kenyamanan menjadi kunci agar pariwisata kita maju dan berkembang,â€papar pemerhati masalah pariwisata yang juga staf pengajar di Jurusan Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Drs. Usmar Salam, MIS., Senin (26/9).
Usmar Salam menambahkan selain persoalan keamanan dan kenyamanan, sinergisitas antar aktor diperlukan dalam pembangunan pariwisata. Dalam pembangunan pariwisata banyak aktor yang terlibat baik dalam kalangan pemerintahan, non pemerintahan dan masyarakat.
Usmar menilai keberhasilan Malaysia menduduki rangking lebih tinggi daripada Indonesia dalam membangun pariwisata disebabkan oleh tingginya sinergisitas antar aktor dalam pembangunan pariwisata di Malaysia. Pembangunan pariwisata bukan saja tergantung pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tetapi juga punya kaitan yang sangat kuat dengan Kementerian lainnya.
“Masalah sinergisitas memang masalah yang sangat sulit sekali dibangun oleh bangsa Indonesia tidak saja dalam pembangunan pariwisata saja tetapi hampir terlihat dalam pembangunan di semua sektor,â€tegas Usmar.
Dalam kesempatan itu Usmar mencontohkan kemajuan Cina dan Malaysia di bidang pariwisata terutama dari aspek negara Receiving Tourism Countries. Saat ini kunjungan wisatawan ke Cina meningkat sehingga kemungkinan pada lima tahun mendatang dapat menjadi negara terbesar penerima wisatawan mengalahkan Perancis dan AS. Padahal lima tahun lalu Cina, kata Usmar, belum masuk sepuluh besar negara penerima kunjungan wisatawan mancanegara.
“Cina selain sebagai Receiving Tourism Country juga sebagai negara Sending Tourism Country, karena pada tahun ini wisatawan Cina melakukan outbound Tourism sehingga mencapai lebih dari 55 juta orang,â€jelasnya.
Selain itu Malaysia 2 tahun lalu tidak masuk 10 besar negara penerima wisatawan mancanegara tetapi pada tahun 2010 masuk menjadi negara rangking 9 penerima kunjungan wisatawan mancanegara. Indonesia masuk rangking ke-34.
Untuk menganalisa perkembangan pariwisata Indonesia, diakui Usmar memang akan lebih menarik jika dibandingkan dengan Malaysia. 15 tahun lalu dunia pariwisata Malaysia jauh tertinggal dibandingkan dengan Indonesia, namun pada saat ini Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia baik dari segi sebagai negara penerima kunjungan wisatawan mancanegara maupun dari segi indeks kompetisi. Dari hasil pengamatan UN-WTO, Indonesia dalam perspektif Travel dan Tourism Competitiveness Index. Dari data yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menduduki rangking 74 dan Malaysia rangking ke-36 (Humas UGM/Satria AN)