American Corner Perpustakaan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan diskusi pembuatan film bertema “Multiculturalism in American Artsâ€, Senin (26/9). Dalam kegiatan tersebut menghadirkan Asisten Atase Budaya dan Pendidikan, Kedubes AS Jakarta, Arend Zwartjes dan seorang American filmmaker yaitu Mustafa Davis.
Asisten Atase Budaya dan Pendidikan, Kedubes AS Jakarta, Arend Zwartjes, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa program “Multiculturalism in American Arts†ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya pemahaman dua budaya yang berbeda antara Indonesia dan Amerika. Pemutaran film dan diskusi ini tidak hanya digelar di American Corener UGM, tetapi diselenggarakan dalam satu rangkaian program di berbagai komunitas di Magelang, dan Palembang.
Selain diskusi pembuatan film, kegiatan tersebut juga diisi dengan pemutaran film bergenre dokumenter sosial berjudul “A Warm Heart of Africaâ€. Film besutan Mustafa Davis ini mengisahkan tentang kehidupan masyarakat Malawi Afrika yang jauh dekat dengan kemiskinan dan minimnya kesempatan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan, makanan, dan kesehatan.
Mustafa Davis menyebutkan film yang dibuatnya tersebut memiliki kekuatan ada pemilihan karakter orang, seperti Mary Woodworth (pendiri dan penggerak Front of Majurei Orphans) dan Coift Komoto, Coift Zomba dan Litle Ceift (anak-anak). Melalui yayasannya, Mary bergerak membantu anak-anak untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan. Perjuangannya sampai ke Amerika, meski pada akhirnya tidak ada satu sen pun dana yang didapat ,sampai pembuatan film ini selesai.
Dalam kesempatan tersebut Mustafa Davis berbagi pengalaman tentang seluk beluk pembuatan film yang digarapnya. Selama pembuatan film tersebut, lulusan the art of filmmaking at the New York Film Academy (Universal Studios – Hollywood, CA) ini dibantu oleh seorang penata suara dan penata gambar.
Dalam setiap pembuatan film dokumenter, ia memilih bekerja dengan tim kecil. Selain untuk meminimalkan biaya produksi, juga untuk memudahkan tim tersebut dalam observasi dan sosialisasi dengan masyarakat setempat. “Tim kecil akan membuat kami lebih mudah diterima oleh masyarakat, sehingga kami dapat menangkap detil terkecil kehidupan mereka dan mendokumentasikannya dalam film,†kata filmmaker yang sekaligus sebagai film director, dan producer Cinemotion Media and Mustafa Davis Inc. (Humas UGM/Ika)