YOGYAKARTA- Musim hujan tahun 2011 ini ditengarai akan dipengaruhi oleh La Nina, gejala alam penyimpangan suhu muka laut di kawasan Samudera Pasifik bagian barat, dimana suhu muka laut di Indonesia akan lebih panas, sehingga terbentuk awan hujan dan mengakibatkan hujan dengan intensitas tinggi. Akibatnya, musim hujan akan berlangsung lebih lama dan sifat hujan lebih basah. Sebagai konsekuensinya maka potensi banjir musim hujan tahun 2011 ini akan lebih besar.
Hal ini diungkapkan oleh peneliti dari Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Prof.Dr.Sudibyakto, pada acara roundtable discussion-Climate Change and Disaster Management dengan tema mengantisipasi banjir lahar Merapi berdasarkan analisis sifat hujan musim hujan 2011 di kantor PSBA UGM, Jumat (30/9).
Pada kesempatan tersebut Sudibyakto menjelaskan pula tentang adanya Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 Tentang Sungai. Dengan adanya PP ini maka diperlukan konsep penanganan wilayah sungai yang berhulu di Merapi sebagai satu kesatuan Pengelolaan Sungai.
“Konsep yang seharusnya digodog oleh Pemerintah Pusat dan Pemda ini sudah harus jadi sebelum musim hujan tahun ini, karena konsep ini sangat membantu dan sangat diperlukan dalam penataan hunian tetap para korban bencana erupsi Merapi 2010 yang saat ini masih mencapai lebih dari 2000 KK,â€papar Sudibyakto.
Lebih jauh Sudibyakto mengatakan dalam pengelolaan sungai yang berhulu di Merapi harus dilakukan secara bertahap antara lain penyusunan program dan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan harus ada pemantauan dan evaluasi secara ketat. Penambangan bahan galian batu, pasir dan lainnya harus lebih ditertibkan mengingat ancaman banjir lahar Merapi masih sangat besar.
Untuk itu, imbuh Sudibyakto, pemerintah harus lebih tegas memberikan batas mana wilayah yang termasuk kawasan palung sungai, mana yang termasuk wilayah sempadan sungai. Garis batasnya harus jelas dengan mempertimbangkan kemungkinan alur lahar yang berpotensi merusak. Dalam penetapan garis sempadan sungai harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat, serta mempertimbangkan aksesilibilitas bagi pengelolaan wilayah sungai selanjutnya.
Peneliti PSBA lainnya, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc pada diskusi itu memaparkan penelitian yang sempat mereka lakukan mengenai frekuensi banjir lahar dingin Gunung Merapi. Dari pemantauan yang dilakukan menunjukkan 54% frekuensi banjir lahar dingin mengarah ke barat daya (21% ke Kali Putih, 10% Kali Boyong), 28% ke arah selatan (10% Kali Code), dan 18% mengarah ke tenggara.
“Ini dari sisi frekuensi atau tingkat keseringan kejadian banjir lahar bukan volumenya,â€kata Danang.
Sebelumnya Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG DIY, Toni Wijaya mengatakan prediksi terjadinya hujan di sekitar Merapi, Sleman, dan Magelang yaitu pada dasarian II bulan Oktober depan. Sifat curah hujan, kata Toni, diperkirakan juga masih akan normal seperti tahun sebelumnya.
“Bahkan di Sleman justru curah hujannya di bawah normal. Lain dengan Magelang yang relatif lebih tinggi,â€ujar Toni (Humas UGM/Satria AN)