YOGYAKARTA – Kebijakan untuk ikut andil dalam perdagangan dunia merupakan jalan penting untuk meningkatkan daya saing bangsa. Namun, kebijakan saja tidak cukup. Harus diperhatikan pula unsur-unsur produktivitas dalam negeri, sumber daya manusia yang terampil, pembangunan infrastruktur, dan pemerintahan yang lebih baik.
Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam International Conference Enhancing Indonesia’s Competitiveness in Contemporary Trade yang berlangsung di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (3/10). Hadir sebagai pembicara acara tersebut, antara lain, Direktur Eksekutif ASEAN Foundation, Dr. Makarim Wibisono, Deputy Director General WTO, Harsha V. Singh, dan Guru Besar Fakultas Hukum UI, Prof. Erman Rajagukguk.
Makarim Wibisono menuturkan bangsa Indonesia akan dapat meningkatkan kemampuan daya saing jika mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan birokrasi. Salah satunya ialah memberantas budaya korupsi. “Birokrasi yang lebih baik adalah kekuatan utama,†katanya. Namun, yang tidak kalah penting adalah menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat dan dinamis. Hal itu dapat dimulai dengan mengatur persaingan usaha yang lebih adil dan menumbuhkembangkan iklim usaha.
Hal senada juga disampaikan Harsha Singh. Menurutnya, salah satu langkah penting untuk meningkatkan daya saing bangsa ialah dengan menghapus atau mengurangi hambatan perdagangan. Kebijakan pengurangan hambatan perdagangan akan mengarah pada penciptaan perdagangan lebih baik dan selanjutnya memungkinkan perusahaan-perusahaan produktif untuk memperluas ekspor dan produktivitas secara keseluruhan. “Terbukti perusahaan-perusahaan yang mengekspor biasanya perusahaan paling produktif di negaranya. Ini juga berarti bahwa peluang ekspor yang lebih baik membawa insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing,†katanya.
Guru Besar Fakultas Hukum UI, Prof. Erman Rajagukguk, mengatakan daya saing Indonesia masih lemah karena faktor domestik, seperti kurangnya infrastruktur, ekonomi biaya tinggi, dan kurangnya kepastian hukum. Di bidang infrastruktur, Indonesia kekurangan prasarana, antara lain jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan pembangkit tenaga listrik. Selain itu, beban ekonomi biaya tinggi dalam kegiatan bisnis di Indonesia dipengaruhi oleh perilaku korupsi, ketidakpastian hukum dan peraturan, sehingga membuat produk Indonesia tidak dapat bersaing, baik di domestik maupun di pasar internasional. “Kepastian hukum di Indonesia tidak selalu ada. Ketidakpastian hukum dalam elemen-elemen substansi hukum, aparat hukum, dan budaya hukum juga merupakan faktor utama yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)