Berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dalam beberapa tahun terakhir ini sebenarnya bersumber dari lemahnya karakter bangsa. Selain itu, kepedulian warga negara terhadap empat pilar pembentuk karakter Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika juga menipis.
“Makanya MPR merasa kekurangan dalam mensosialisasikan empat pilar tersebut, Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu perlu untuk di seminarkan atau dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) hari ini,” ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari di Hotel Novotel Yogyakarta, Selasa (11/10).
Menjadi keynotes Speech Seminar “Peranan Ilmu Humaniora Dalam Nation And Character Building”, Hajriyanto merasa prihatin atas berbagai persoalan bangsa. Berbagai kasus korupsi yang tengah merambah di semua lini, dinilainya telah menyentuh kualitas hidup manusia Indonesia. “Mirip mafia-mafia yang lain, mafia hukum, mafia pajak, mafia korupsi pun diakui ada, sebab telah dibentuk berbagai satgas pemberantasan mafia, seperti satgas mafia hukum dan lain-lain,” paparnya.
Terkait hal ini, Hajriyanto merasa risau sebab pendidikan karakter tak lagi diajarkan. Padahal mestinya pendidikan ini bisa diajarkan para pemimpin melalui contoh teladan. “Memang sangat problematis mengingat mereka terkadang mengkritisi, namun tidak bisa menjadi teladan. Terlebih para pemimpin saat ini kebanyakan terpilih melalui proses pemilihan, seperti Presiden, Gubernur, Bupati, DPR dan lain-lain” tambahnya.
Oleh karena itu melalui Forum Group Discussion, Harjriyanto berharap para akademisi mampu memberi sumbang saran terkait pembangunan empat pilar bangsa. Sehingga bagi para penyelenggara negara dan pemerintah wajib paham betul tentang empat pilar ini. “Berbagai permasalahan bangsa, seperti korupsi yang sudah keterlaluan ini sangat membutuhkan peran ilmu-ilmu humaniora untuk membangun karakter bangsa. Meski begitu tidak perlu lembaga baru, untuk mensosialisasikan 4 pilar bangsa ini cukup efektif bekerjasama dengan Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas),” ungkapnya.
Dalam seminar yang digelar MPR RI bekerjasama dengan FIB UGM, Zulkieflimansyah menjelaskan dalam kancah perpolitikan saat ini, ilmu humaniora perlu menyumbangkan gagasan untuk mengembangkan perpolitikan nasional yang lebih memandang politik sebagai panggilan hidup, bukan profesi, apalagi ladang pencarian pekerjaan yang menyediakan imbalan materi. Ilmu humaniora perlu ditransformasikan dan diaktulaisasikan dalam perpolitikan. Konsep kearifan semacam asketisme mungkin cocok dipergunakan untuk situasi saat ini.
“Ilmu humaniora tidak akan memberikan solusi praktis atas berbagai persoalan. Namun pembelajaran humaniora memberikan kepekaan, kesadaran, kemampuan untuk menggali lebih jauh tentang keadilan, kesejahteraan dan kepatuhan,” tutur anggota MPR RI.
Seminar yang dibuka Wakil Rektor Bidang Alumni & Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D, ini tampak hadir Dekan FIB Dr. Ida Rochani Adi, S.U, Prof. Dr. dr. Sutaryo, H. Djuwarto anggota MPR RI, para dosen dan mahasiswa UGM. (Humas UGM/ Agung)