Yogya, KU
Gagasan feminis dalam teks novel karya pengarang wanita Indonesia terkait dengan isu yang bergerak dinamik dan karakter tokoh wanita yang terus berkembang berdasarkan perubahan isu dan gagasan ideologis feminis. Terdapat fenomena ganeogologis yang sangat kuat antar tokoh wanita yang dikontruksikan dalam novel karya pengarang wanita Indonesia sejak tahun 1933 hingga tahun 2005.
Demikian simpulan hasil disertasi Ahyar Anwar S.S MSi dalam ujian promosi doktor bidang Ilmu Budaya, Jumat (18/7) di Ruang Seminar Gedung Poerbacaraka, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Dihadapan penguji, promovendus mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Dinamika Feminisme dalam Novel Karya Pengarang Wanita Indonesia 1933-2005†menjelaskan kecenderungan kuat bagi pengarang wanita Indonesia untuk melakukan fokus-fokus tematik feminis yang dikembangkan berkisar pada aspek perkawinan, pendidikan, pekerjaan, diskriminasi, dan seksualitas.
“Fenomena-fenomena politik, tidak secara kuat mengintervensi gagasan feminisme mereka,†ujar staf pengajar Jurusan bahasa dan sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Makasar.
Disebutkan oleh pria kelahiran Ujung Pandang, 15 Februari 1970 ini, dari penelitian yang dilakukan terhadap 18 novel karya pengarang wanita Indonesia rentang tahun 1933-2005 menunjukkan dinamika pemikiran feminis yang berkembang dari emansipasi pendidikan yang muncul sangat kuat pada novel tahun 1933-1969.
“Emansipasi pendidikan dikategorikan sebagai tema yang menonjol pada fase feminsime gelombang pertama dari novel karya pengarang wanita Indonesia,†kata suami Risma Niswaty SS MSi ini.
Sementara Novel karya wanita Indonesia pada periode novel yang diterbitkan antara tahun 1965-1978 berada dalam era perkembangan fiminisme gelombang kedua yang mulai bergerak dari isu emansipasi pendidikan menuju isu tentang marginalisasi, subordinasi, seks dan kekerasan.
Sedangkan feminsime gelombang ketiga berlangsung sejak berkembangnya teknologi informasi di era tahun 1980-an, pada puncaknya menimbulkan revolusi teknologi informasi yang berdampak pada munculnya era globalisasi. Dimana, di Indonesia revolusi teknologi informasi dan globalisasi, mulai menguat pada era tahun 1990-an.
“Munculnya akses informasi askes informasi yang lebih luas dan terbuka, telah memicu perkembangan pemikiran femisnime di Indonesia yang semakin kuat, radikal, terbuka dan kompleks. Isu-isu feminisme yang diangkat dalam novel di era gelombang ketiga semakin berkembang dan berani,†ujar Ahyar Anwar didampingi promotor Prof Dr Rachmat Djoko Pradoko, ko-promotor Prof Dr Siti Chamamah Soeratno.
Dijelaskan oleh bapak tiga anak, Muhammad Ahnaf Nadewa Biyangsa, Muhammad Abizar Nafara Aliandra dan Muhammad Ammar Nenggorai Tenrirawe pada rentang tahun 1980-2005 ditandai dengan beberapa fase perubahan sosial, politik dan budaya. Perubahan besar dalam konteks pemikiran feminisme dalam novel karya pengarang wanita Indonesia mulai tampak akhir di dekade 1990-an.
“Perubahan pemikiran feminisme tersebut juga terkait dengan fenomena reformasi, sebagai puncak krisis dari serangkaian persoalan sosial, ekonomi dan politik melanda Indonesia sejak januari 1998,†tandasnya.
Ahyar menambahkan, pengarang wanita Indonesia pada periode tahun 1980-2005 lebih memilih tema novelnya dengan mengangkat masalah seksualitas, kekerasan dan tubuh wanita ke dalam sebuah kerangka memerdekakan diri dari eksploitasi laki-laki terhadap wanita yang umumnya terjadi tiga aspek. Pertama, eksploitasi laki-laki terhadap wanita melalui seks. Kedua, penindasan laki-laki terhadap wanita melalui kekerasan dan ketiga, penguasaan laki-laki atas wanita melalui tubuh wanita. (Humas UGM/Gusti Grehenson)