Yogya, KU
Sejarawan UGM Prof Dr Suhartono menegaskan dalam penelitian sejarah, arsip merupakan salah satu sumber sejarah karena tanpa hadirnya sumber sejarah maka penelitian tidak dapat dilakukan. Sehingga, pentingnya arsip bagi penelitian sejarah memang tidak dapat ditolak lagi. Pada tahap selanjutnya sumber itu diolah dengan melakukan kritik teks guna meyakinkan kredibilitas sumber.
“Jadi, awal dari sejarah adalah kesahihan sumber atau arsip. Dengan kata lain, sejarah tidak akan ada tanpa hadirnya arsip sebagai sumber sejarah,†kata Prof Suhartono dalam seminar nasional “Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kearsipan dalam Rangka Revisi UU No 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kearsipan†yang diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM dengan Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jumat (18/7), Gedung Pertemuan Univercity Club (UC) UGM.
Menurut Suhartono, sejarah tidak dapat dikarang, sebab dari sumber itu, setelah diakukan kritik akan ditemukan fakta-fakta yang diverifikasi dan barulah menghasilkan cerita sejarah. Selain sebagai pusat kegiatan sejarah. Arsip kini juga digunakan sebagai alat bukti yang baru di pengadilan sehingga korupsi dokumen seperti menghilangkan, merusak, mengubah dan sebagainya adalah ‘archival crime’ yang merupakan tindak kejahatan arsip.
“Salah satu tugas ANRI adalah mencegah terjadinya kejahatan arsip,†tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum UGM Prof Dr Sudjito bin Atmoredjo, menurutnya pembuktian melalui dokumen arsip merupakan satu aspek yang memegang peranan sentral dalam suatu proses peradilan.
Dijelaskan oleh Sudjito, pentingnya keberadaan arsip ini terkait dengan urgensi alat bukti tersebut maka ketika pengaturan mengenai alat bukti dalam suatu UU telah ketinggalan jaman, sangat terbuka kemungkinan banyak penjahat yang lolos dari jerat hukum. Oleh sebab itu, revisi pegaturanan mengenai alat-alat bukti perlu dilakukan seiring dengan meningkatnya kualitas kejahatan.
“Pengakuan terhadap perluasan dari alat buti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia telah bertambah dengan adanya pengakuan terhadap informasi dan dokumen elektronik berserta hasil cetakannya sudah menjadi alat bukti yang sah di pengadilan. Artinya kini telah bertambah satu lagi alat bukti yang dapat digunakan di pengadilan, selain alat-alat bukti yang selama ini dikenal,’ katanya.
Sementara Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Dra Gina Masudah Husni menyoroti perlunya dilakukan Revisi UU No 7 tahun 1971 tentang ketentuan pokok di bidang kearsipan karena aturan yang termuat dalam Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembang jaman. Terkait dengan adanya berbagai tuntutan kebutuhan akan reformasi birokrasi, good governance, clean governance dan pelayanan prima kepada masyarakat serta menunjang tinggi hak asasi manusia.
“Adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat, menyebabkan arsip harus mampu berorientasi pada kepentingan publik,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)