GUNUNG KIDUL – Menteri Kehutanan (Menhut) RI, Ir. Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah akan mendorong produksi hutan tanaman dalam pengelolaan hutan produksi, sekaligus untuk mengurangi ancaman gangguan kerusakan habitat hutan alam dan ketergantungan pada hasil kayu hutan alam. Ia menyebutkan tahun ini produksi hutan Indonesia baru mencapai 50 juta kubik per tahun dan sekitar 60% di antaranya berasal dari hutan tanaman. “China sudah berhasil memproduksi hutan tanaman 150 juta kubik per tahun. Kalau kita serius, dalam 20 tahun serius dan sungguh-sungguh bisa lebih dari itu,†kata Menhut di sela-sela peresmian Hutan Wanagama sebagai pusat unggulan rehabilitasi hutan. Acara berlangsung di Hutan Wanagama, Gunung Kidul, Sabtu (15/10).
Untuk meningkatkan produksi hutan, Kemenhut akan menggandeng perguruan tinggi guna membantu mengaplikasikan teknologi untuk budidaya hutan tanaman, seperti kayu sangon, mahoni, dan meranti. Menurut Menhut, kemampuan poduksi hutan tanaman mencapai 10-18 kali lipat dibandingkan dengan hutan alam. Dengan demikian, dibutuhkan 10 juta hektar lahan saja untuk luas pengembangan hutan tanaman. Sayang, para pemilik HPH belum secara optimal memanfaatkan hutan tanaman. “Kini memperketat izin untuk menebang pohon,†katanya.
Program produksi hutan tanaman ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. “Ada 38 ribu desa yang tinggal dekat kawasan hutan,†katanya.
Khusus untuk meningkatkan produksi hutan tanaman dan rehabilitasi hutan, Menhut akan meminta daerah dan para pemegang HPH untuk menimba pengalaman dari pengelola Hutan Wanagama yang sejak tahun 1964 berhasil melakukan rehabilitasi hutan di Gunung Kidul. “Kalau Korea berhasil menghijaukan negaranya, tapi kita baru berhasil hijaukan Wanagama,†imbuhnya.
Menjawab pertanyaan wartawan sehubungan dengan adanya pemindahan patok perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia yang dilakukan warga di Kalimantan, Menhut mengatakan hal itu disebabkan oleh faktor kesejahteraan. “Alasan ekonomi yang membuat warga kita memindahkan patok,†katanya.
Untuk meningkatkan ekonomi warga yang tinggal di wilayah perbatasan, pemerintah telah mendirikan badan khusus yang mengurusinya. “Kita optimis 10-15 tahun ekonomi kita lebih baik lagi dari Malaysia,†imbuhnya.
Diakui Menhut, pemindahan patok perbatasan ini hanya terjadi di Kalimantan. Di Papua dan NTT tidak terjadi hal serupa. Pasalnya, ekonomi warga Indonesia yang tinggal di perbatasan tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Timor-Timor dan Papua Nugini.
Dekan Fakultas Kehutanan (FKT) UGM, Prof. Dr. Ir Moch Nai’em, menuturkan dengan diresmikan Wanagama sebagai percontohan pusat unggulan rehabilitasi hutan diharapkan mampu mendorong para rimbawan alumni UGM untuk menerapkan upaya serupa di daerah. “Semoga bisa memotivasi warga alumni yang tersebar di seluruh Indonesia, bisa bekerja lebih baik lagi di masa mendatang,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)