YOGYAKARTA – Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Boediono, menyapa 150 perwakilan mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu selaku penerima beasiswa bidikmisi di Balai Senat, Senin (17/10). Selain mahasiswa, turut juga diundang perwakilan 10 orang tua mahasiswa. Pertemuan yang dikemas dalam suasana santai ini pada awalnya berjalan serius. Maklum, para mahasiswa telah datang dua jam sebelum acara dimulai.
Meski sempat molor setengah jam, pada pukul 13.40 Wapres Boediono datang dengan mengumbar senyum seraya melambaikan tangan ke arah hadirin. Wapres langsung menuju tiga kursi yang telah disiapkan panitia dan protokoler wapres. Satu kursi disediakan untuknya, sedangkan dua kursi lainnya untuk Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Direktur Kemahasiswaan, Drs. Haryanto, M.Si.
Awalnya suasana berlangsung serius, dimulai dengan sambutan Rektor yang diikuti pidato tanpa teks oleh Wapres. Saat tiba acara dialog dengan para mahasiswa dan orang tua yang dipandu oleh Direktur Kemahasiswaan, Haryanto, suasana mulai mencair. Wapres pun bertanya tentang pembelanjaan uang saku beasiswa bidikmisi sebesar 600 ribu rupiah per bulan. “Saya ingin tahu, pada waktu dapat beasiswa bagaimana proses? Digunakan untuk apa uangnya? Jangan-jangan, untuk beli rokok buat mahasiwa, yang putri untuk beli pulsa?†tanya Boediono yang disambut tawa hadirin.
Beberapa mahasiswa bergantian menjawab pertanyaan Wapres. Ada yang menjawab uang tersebut dibelikan buku, untuk melengkapi kebutuhan kuliah, dan ada pula yang mengaku sengaja ditabung.
Lantas, sampailah giliran orang tua mahasiswa, Suradi, yang menjawab pertanyaan itu. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjual gorengan di kota Surabaya ini mengaku uang tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan anaknya selama kuliah. Uang yang didapat itu dikumpulkan untuk membayar sewa kost. Ia merasa bebannya akan sangat terkurangi apabila anaknya berkesempatan tinggal di asrama secara gratis. “Tapi, (beasiswa) itu membantu?,†Wapres kembali bertanya. “Kalau soal biaya kuliah sudah aman. Hanya, saya masih berpikir untuk kost. Harus cari uang lagi,†jawab Suradi yang anaknya diterima di Fakultas Kehutanan ini.
Wapres sempat terharu saat menanyakan pekerjaan orang tua pada salah seorang mahasiswi asal Bambanglipuro, Bantul. Sambil terisak, mahasiswi berjilbab yang kuliah di Program Diploma Kesehatan Hewan ini menuturkan kedua orang tuanya telah lama meninggal. Kini ia tinggal bersama dengan neneknya.
Mendengar jawaban itu, Wapres langsung berpesan agar uang beasiswa bidikmisi dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh mahasiswa. Kendati demikian, penerima beasiswa mempunyai tanggung jawab moral setelah lulus, yakni membayar kembali beasiswa yang diterimanya dalam bentuk pengabdian sepenuhnya kepada rakyat. Pasalnya, dana beasiswa yang diberikan kepada ribuan mahasiswa itu diambil dari dana APBN, yang tidak lain adalah uang rakyat. “Bayar kembali kepada rakyat, bukan dalam bentuk uang tunai, tapi dedikasi,†pesannya.
Bertemu dengan mahasiswa dan orang tua keluarga kurang mampu, Boediono mengaku dirinya seolah-olah bernostalgia pada awal dirinya mendaftar kuliah di UGM pada tahun 60-an. Saat itu, biaya kuliah di UGM diakuinya betul-betul sangat murah. Padahal, kala itu biaya hidup begitu tinggi karena kondisi ekonomi negara sedang terkena krisis. Meski sempat kuliah 1,5 tahun di UGM, bagi Boediono saat-saat itu paling menyenangkan dalam hidupnya. “Paling tidak, menikmati 1,5 tahun (kuliah di UGM), dapat beasiswa ke luar (negeri), setelah itu saya kembali mengajar lama sekali di sini. UGM bagian dari hidup saya. Saya memiliki memori yang sangat baik di sini. Ini adalah universitas yang sangat merakyat dari dulu,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)