BANTUL – Sebanyak 32 pemuda sarjana yang tergabung dalam program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) dilepas secara simbolis oleh Kepada BPO Dinas Dikpora DIY Teguh Raharjo dan disaksikan oleh Manajer Pelayanan Masyarakat LPPM UGM, Adi Wibowo, S.T., MM., dan staf ahli Bupati Bantul bidang ekonomi dan keuangan, Sulistyanto, di kantor Bupati Bantul, Rabu (19/10). Rencananya, para pemuda yang berasal luar DIY ini akan ditempatkan selama 2 tahun di delapan desa tertinggal di kabupaten Bantul. Meliputi Desa Blawuran, Pleret, Segoroyoso, Wonolelo, Jatimulyo, Mangunan, Munthuk dan Terong.
Manajer Pelayanan Masyarakat LPPM UGM, Adi Wibowo, S.T., MM., dalam pengarahannya menyatakan bahwa program PSP-3 merupakan hasil kerjasama kementerian pemuda dan Olahraga dengan LPPM UGM. Program ini diharapkan mampu mendorong pembangunan pedesaan untuk mensejahterahkan masyarakat setempat. Meski sudah berjalan selama 20 tahun, namun yang membedakan program kali ini adalah keterlibatan pemuda dari luar daerah. “Mereka ditugaskan jadi pelopor, motivator dalam mengentaskan desa tertinggal melalui berbagai program pembangunan di pedesaan,†katanya.
Adi berharap semua pihak bisa mendukung program ini agar memberikan manfaat langsung bagi kepemudaan dan perekonomian masyarakat khususnya di kecamatan Dlingo dan Pleret Bantul. Dia menyebutkan 32 pemuda tersebut rata-rata berumur 23-30 tahun merupakan lulusan PTN dan PTS dari daerah asal mereka seperti DKI, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Kepala BPO Dinas Dikpora DIY Teguh Raharjo menuturkan program PSP-3 ini merupakan program unggulan nasional Kemenpora. Dilakukan serentak di 33 provinsi dengan melibatkan 33 perguruan tinggi setempat. “Kerjasama dengan 33 perguruan tinggi diharapkan meningkatkan kualitas PSP-3. Di yogyakarta kita kerjasama dengan UGM,†ujarnya.
Dia menjelaskan, program ini untuk pertama kalinya melibatkan pemuda dari luar daerah. Sebelumnya, program kegiatan ini melibatkan pemuda setempat. Dalam menjalankan aktivitasnya, para pemuda sarjana ini mendapat bantuan biaya hidup sebesar Rp 2,5 juta per bulan.
Staf ahli bupati bantul bidang ekonomi dan keuangan sulistyanto menyebutkan ada 16 desa tertinggal di Bantul dari total 75 desa yang ada. Oleh karena itu, melalui program ini dia berharap desa-desa tersebut segera lepas dari ketertinggalan. “Pemerintah tidak bisa berbuat banyak, karena anggaran terbatas. Anggaran untuk pembangunan hanya 25 persen, sisanya untuk belanja pegawai. Kabupaten hanya memberi stimulan saja. Sehingga lebih diperlukan swadaya dan pemberdayaan masyarakat,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)