Penurunan kualitas dan produktivitas lahan, perubahan iklim gobal serta kenaikan jumlah penduduk dunia saat ini dan masa mendatang menjadi ancaman, sekaligus kekhawatiran munculnya bahaya kelaparan di dunia. Kekhawatiran ini telah memantik munculnya suatu konsep baru tentang kedaulatan pangan, yaitu hak negara dan rakyat untuk melindungi dan menentukan sendiri terhadap kebijakan pangan dengan memberi prioritas produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri. Selain itu kebijakan untuk menjamin penguasaan petani atas tanah subur, air, benih, termasuk pembiayaan untuk para buruh tani dan petani kecil, serta larangan terhadap praktek perdagangan pangan dengan cara dumping.
Demikian disampaikan Andriko Noto Susanto, SP., MP, peneliti muda Bidang Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku di Auditorium Prof. Ir. Haryono Danusastro Fakultas Pertanian UGM, Kamis (20/10) saat menempuh ujian terbuka program doktor. Promovendus dalam ujian didampingi promotor Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, SU dan ko-promotor Prof. Dr. Bostang Radjaguguk, M.Agr.Sc serta Dr. Ir. Benito Heru Purwanto, M.Agr.Sc.
Sebagai komoditas pangan strategis dalam sistim perekonomian nasional, kata Andriko Noto, beras merupakan makanan pokok 95% masyarakat Indonesia. Analisis data dari Pusat Data dan Informasi Pertanian tahun 2011 menunjukkan bahwa capaian luas panen padi Nasional pada tahun 2000 adalah 10,62 juta Ha, sedangkan di tahun 2011 meningkat menjadi 12,21 juta Ha dengan rata-rata laju peningkatan 1,24% per tahun. Sementara produksi gabah Nasional tahun 2000 tercatat sebesar 49,2 juta ton, sedangkan di tahun 2011 meningkat menjadi 64,06 juta ton dengan rata-rata laju peningkatan produksi 2,34%. Laju produksi ini lebih tinggi dibanding laju luas panen disebabkan terutama oleh peningkatan produktivitas dari 4,63 ton/ Ha di tahun 2000 menjadi 5,25 ton/ Ha di tahun 2011. “Inilah yang terjadi selama sebelas tahun terakhir ini, dan telah terjadi peningkatan produktivitas dengan laju 0,95% per tahun,” katanya.
Mempertahankan desertasi “Kajian Terhadap Cara Evaluasi Status Kesuburan Tanah Dan Pemanfaatannya Sebagai dasar Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sawah Irigasi di kabupaten Buru”, Andriko mengatakan untuk meningkatkan produksi beras Nasional secara konsisten maka dapat dilakukan dengan cara intensifikasi, dan salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengelolaan tanah. Sebab produksi budidaya padi sawah sangat bergantung pada seberapa besar kebutuhan optimal akan unsur hara dapat dipenuhi oleh tanah sebagai media tumbuh. “Jika tanah tidak mampu menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup, maka penambahan dalam bentuk pemupukan sangat diperlukan guna menjamin tanaman dapat tumbuh dengan baik,” katanya lagi.
Dijelaskan pasokan asli hara N merupakan faktor pembatas utama produktivitas padi sawah di Asia. Dengan penambahan pupuk N diharapkan mampu menstabilkan produktivitas padi sawah di Asia pada kisaran 6,0-9,9 ton per Ha, sementara jika tanpa pupuk produktivitas hanya mencapai kisaran 4,0-5,6 ton per Ha. “Hal ini membuktikan bahwa ketergantungan terhadap pemupukan cukup tinggi akibat penurunan kemampuan tanah dalam menunjang produktivitas pangan optimal tanaman,” jelas Andriko.
Oleh karena itu penilaian status kesuburan tanah (SKT) menjadi penting untuk dilakukan agar perencanaan pengelolaan hara untuk budidaya padi sawah menjadi lebih akurat, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Dengan melakukan evaluasi terhadap SKT maka dapat dipetakan sebaran keseragaman sifat-sifat tanah yang tercermin dalam bentuk delineasi satuan SKT dengan metode tertentu.
Secara ekonomi, hasil penelitian Andriko Noto di daerah persawahan Waeapo menunjukkan dengan pemupukan N, P dan K berdasarkan rekomendasi pemupukan dengan uji petak omisi pada satuan peta SKT mampu meningkatkan rata-rata produktivitas dari 5,43 ton per Ha menjadi 6,53 ton per Ha. Selain itu terjadi peningkatan total potensi produksi sebesar 29,26% yang diikuti dengan keuntungan pemupukan sebesar 22,34%.
Kesimpulan lain pengembalian 80% jerami ke lahan petani dengan berpedoman pada rekomendasi pemupukan hasil penelitian berpotensi meningkatkan produksi 29,26 persen diikuti penurunan biaya pemupukan hingga 31,35 persen sehingga keuntungan pemupukan meningkat 35,82 persen,” ungkap Andriko yang dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. (Humas UGM/ Agung)