Yogya, KU
Ribuan warga pesisir pantai Kulonprogo menggeruduk UGM, Senin (21/7). Mengendarai 28 truk dan sejumlah bus, warga dari 6 desa itu menuntut UGM, dalam hal ini Fakultas Kehutanan menghentikan penelitian dan reklamasi kawasan lahan pasir Kulonprogo yang merupakan hasil rekomendasi dari penandatanganan kerjasama dengan penambang pasir besi PT Jogja Magasa Minning (JMM).
“UGM harus independen dan membatalkan kerjasama dengan JMM karena proyek penambangan yang akan dilakukan akan merusak kawasan pantai dan menyalahi amdal,” ujar Ketua Paguyuban Petani Lahan Pantai(PPLP) Kulonprogo, Supriyadi, dalam orasinya di depan gedung Grha Sabha Pramana (GSP).
Tanpa adanya proyek penambangan itu, menurut Supriyadi warga di kawasan pantai Kulonprogo sudah merasa hidup yang sejahtera. Sebab dari hasil pertanian di kawasan lahan pasir itu, mereka bisa meraup keuntungan sebesar Rp 3-5 juta setiap 5 hari sekali.
Karenanya proyek penambangan pasir besi yang akan dilakukan JMM dengan rekomendasi dari UGM itu dianggap akan merugikan mereka secara ekonomi. Selain itu akan merusak kawasan pantai Kulonprogo yang memiliki aset wisata gumuk pasir.
Terkait kepemilikan lahan yang mereka tanami berbagai produk pertanian, merupakan tanah milik Paku Alam (PA) IX. Warga juga sudah mendapatkan rekomendasi untuk memanfaatkan kawasan itu sebagai lahan pertanian dan hunian. Namun PA IX menolak bila lahan itu diubah secara fisik melalui kegiatan penambangan.
“Kami sudah mendapatkan rekomendasi untuk menggarap lahan itu dari PA karena telah tinggal lebih dari 15 tahun. Bahkan sesuai dengan UU Pokok Agraria kami bisa mendapatkan sertifikat tanah,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan koordinator aksi, Eko Yulianto yang mengatakan, sangat tidak masuk akal reklamasi lahan pasir dilakukan di kawasan sepanjang 22 km. Hal itu hanya sebagai salah satu alasan saja untuk melegalisasi penambangan pasir oleh PT JMM di kawasan pantai itu.
“Masyarakat tidak butuh reklamasi lahan pantai karena kawasan yang ada saat ini sudah menguntungkan rakyat. UGM mestinya tidak ikut campur dengan proyek ini,” jelasnya.
Dialog di Pusat Kebudayaan Koesnadi, Rektor Akhirnya Tandatangan
Tidak mendapat tanggapan dari pihak rektorat, massa pun kemudian beralih menuju Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri. Baru ditempat itu, Rektor UGM, Prof Ir Sudjarwadi Meng, PhD, Sekretaris Eksekutif UGM Djoko Moerdiyanto dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM Prof Dr Ir Muh Naim menemui massa dan bersedia melakukan dialog bersama. Dialog antar warga dan pihak rektorat sempat memanas ketika rektor menolak menandatangani surat pernyataan untuk menghentikan reklamasi dan membatalkan kerjasama dengan PT JMM.
Rektor beralasan, UGM hanya bertugas melakukan penelitian dan analisa secara ilmiah tentang kawasan lahan pantai itu. Mereka tidak bisa memutuskan kebijakan apapun untuk meneruskan atau membatalkan proyek itu.
“UGM tidak bisa merampas hak-hak lembaga yang membuat keputusan. Kami hanya bisa melakukan peninjauan dan analisis karena tidak pas bila kami memutuskan kebijakan apapun,” jelasnya.
Warga yang belum puas dengan jawaban itu, berusaha menekan rektor untuk membuat keputusan menandatangani surat pernyataan tersebut. Rektor pun kemudian mengusulkan dialog dengan wakil warga untuk mengkaji isi surat pernyataan sebelum ditandatangani.
Akhirnya, setelah terjadi dialog sekitar setengah jam di ruang sekretariat kantor Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri, rektor dan didampingi jajaran pimpinan rektorat lainnya akhirnya mau menandatangani surat pernyataan itu dengan beberapa koreksi. Inti dari surat itu, UGM tidak akan menjalin kerjasama dengan pihak manapun yang akan melakukan penambangan di kawasan pantai pesisir Kulonprogo.
“Kami berusaha untuk tidak merugikan pihak manapun dalam penandatanganan surat pernyataan ini,” imbuh Sudjarwadi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)