YOGYAKARTA-Krisis pangan dan bahaya kelaparan sedang membayangi dunia. Jumlah kasus kekurangan pangan dan kelaparan tahun ini paling tinggi sejak tahun 1970-an. FAO-UN (2009) memperkirakan sekitar 1,02 milyar jiwa di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kekurangan pangan dan kelaparan. Kondisi yang paling parah terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Selatan. Bahkan, menurut UN Population Fund (2000) memprediksi pada tahun 2050, akan ada tambahan sekitar 2,32 milyar jiwa yang tersebar di seluruh dunia yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya di bawah tekanan ancaman perubahan iklim yang semakin berat.
“Jadi ke depan isu keamanan pangan dunia ini akan menjadi isu terpenting yang akan jadi perhatian para pemimpin di dunia,â€kata Prof. Dr. Ir. Sunarru Samsi Hariadi, M.S. kepada wartawan di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (3/11). Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs), Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS, Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA serta Dr.Budiawan.
Sunarru menambahkan beberapa faktor yang menyebabkan persoalan pangan dunia semakin rumit, antara lain kegagalan produksi pangan karena dampak perubahan iklim serta terpinggirkannya kebijakan investasi pertanian. Sementara untuk konteks nasional Sunarru menyebut budaya masyarakat Indonesia yang perlu dirubah misalnya dalam mengkonsumsi nasi. Selain nasi sebagai bahan pangan pokok, kata Sunnaru, sebenarnya keanekaragaman bahan pangan pengganti nasi sangat melimpah, seperti jagung, sagu, maupun ubi-ubian.
“ Kita masih terbelenggu dengan budaya harus makan nasi. Padahal banyak sumber bahan pangan selain nasi yang cocok dikelola dengan kondisi lokalitas masing-masing daerah, seperti jagung, ubi, hingga sagu,â€ujar dosen di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM itu.
Tidak hanya itu saja, dari sisi SDM Indonesia juga masih kekurangan tenaga penyuluh pertanian. Idealnya satu desa memiliki satu orang penyuluh pertanian. Sayangnya, sampai saat ini jumlah penyuluh pertanian itu belum mencukupi dan distribusinya yang belum merata.
“Jika tidak salah ada data yang menyebutkan Indonesia masih butuh kurang lebih tiga puluh ribu penyuluh pertanian,â€urainya.
Dengan mempertimbangkan potensi keragaman sumberdaya pangan nasional, seharusnya Indonesia bisa memimpin dalam menjamin pangan nasional dan bahkan memasok sebagian kebutuhan masyarakat internasional. Berangkat dari hal inilah maka hari Sabtu, 12 Nopember 2011 akan digelar Seminar Nasional Dalam Rangka Hari Pangan Dunia Mewujudkan Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Harapan dan Tantangan. Seminar akan menghadirkan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Prabowo Subiyanto sebagai pembicara kunci.
Sementara itu Direktur Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS, dalam kesempatan itu menambahkan selain seminar dalam rangka hari pangan dunia itu juga akan diadakan sejumlah kegiatan. Kegiatan tersebut yaitu Third Internastional Graduate Students Conference on Indonesia (IGSC) tanggal 8-9 Nopember 2011, serta Global South Workshop 6th Edition kerjasama SPs UGM-Graduate Institute, Geneva, tanggal 26 Nopember-3 Desember 2011 (Humas UGM/Satria AN)