YOGYAKARTA-Fit and proper test terhadap delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat rentan terjadi politisasi bahkan dijadikan ajang untuk melemahkan KPK. Tanda-tandanya sudah mulai terlihat dari berbagai suara sumbang dari gedung DPR/MPR. Besar kekhawatiran intervensi partai politik masuk di tahap ini. Karena sebagai episentrum korupsi, DPR dan parpol berkepentingan untuk menempatkan “orangnya†sebagai pimpinan KPK untuk mengamankan kasus-kasus korupsi politik.
“Ini dengan melihat bahwa proses fit and proper test yang dilakukan oleh DPR selalu berubah menjadi ajang transaksi politik. Janji DPR untuk memilih pimpinan KPK dengan tingkat kredibilitas tinggi seringkali tidak terbukti,â€ujar pengamat dari Pusat Kajian Antikorupsi (PuKAT) Fakultas Hukum (FH) UGM, Oce Madril, Kamis (10/11).
Oce menambahkan untuk mencegah kentalnya politisasi, maka proses fit and proper test harus dilakukan secara terbuka. Masukan publik terkait rekam jejak calon juga harus diakomodir oleh DPR. Disamping, kata Oce, publik juga harus dilibatkan untuk memantau setiap proses fit and proper test agar kongkalingkong politik tidak terjadi.
“Harus terbuka sehingga transparan. Ini sekaligus untuk memantau agar masukan publik terakomodir,â€terangnya.
Di tempat sama peneliti PuKAT lainnya Danang Kurniadi menambahkan selain persoalan mekanisme fit and proper test, yang harus dicermati pula yaitu tentang kriteria calon. Kriteria yang sudah diusulkan ke DPR oleh panitia seleksi (pansel) harus diperdalam lagi.Beberapa kriteria tersebut menyangkut persoalan komitmen dan integritas antikorupsi, rekam jejak calon dan calon pimpinan partisian.
“Pimpinan KPK harus punya pengalaman dan prestasi yang baik di bidang penegakan hukum antikorupsi. Ini penting supaya ke depan KPK dipimpin mereka yang punya kecakapan dan kapasitas yang handal,â€imbuh Danang.
Dalam kesempatan tadi Danang justru menilai masuknya polisi dan jaksa ke KPK berpotensi mengganggu independensi KPK. Polisi dan jaksa diragukan monoloyalitasnya pada KPK. Ini akan menyulitkan KPK dalam mengusut kasus-kasus yang berhubungan dengan mafia hukum (Humas UGM/Satria AN)