YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada meresmikan program Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam rangka membantu proses pengadaan barang/jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Selain bertujuan mengatasi kebocoran anggaran atau rekayasa lelang dalam proses pengadaan barang atau lelang. Layanan e-procurement ini diharapkan membuka kesempatan pelaku usaha untuk mengikuti lelang dan menciptakan persaingan usaha yang sehat. Peresmian ditandai dengan pemukulan gong oleh Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., yang disaksikan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Agus Rahardjo dan Biro Umum Sekjen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Khalid Mustafa.
Kepada wartawan, Agus Rahardjo menuturkan bahwa tingkat kebocoran anggaran atau rekayasa lelang di berbagai instansi pemerintah mencapai 10-15 persen. Oleh karena itu, LPSE dikembangkan untuk mengatasi praktik KKN dalam proses pelelangan. “Pengalaman selama ini, banyak pengadaan barang yang belum ada lelangnya namun tender sudah jadi,” ujarnya dalam diskusi di ruang multi media kantor pusat UGM, Rabu (16/11).
Dia menyebutkan, sampai saat ini ada 293 LPSE di Indonesia. Di tingkat PT, jumlah LPSE baru dibuka di beberapa PT seperti UGM, UI, ITB, UNIBRAW, UNDIP, dan ITS. Menurutnya, terbatasnya jumlah LPSE ini karena pemerintah belum mewajibkan instansi dan PT
untuk membuka layanan tersebut pada tahun ini. Namun berdasarkan Peraturan presiden (perpres) No 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, baru akan wajib dilaksanakan mulai 2012 mendatang.
Agus menambahkan, jika program LPSE dapat berjalan sempurna, maka belanja negara pun bisa diefiensikan dan negara bisa menghemat 14 persen secara nasional. Indikasi korupsi dalam proses lelang pun bisa diminimalisir semakin optimal. Program yang mulai digulirkan sejak 2008, sudah dilaksankan di 32 propinsi, 293 LPSE di 594 instansi.
Biro Umum Sekjen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Khalid Mustafa menjelaskan LPSE itu diharapkan dapat mendidik dan membangun budaya bangsa untuk bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Melalui pengadaan barang yang kredibel dan akuntabel maka transparansi anggaran dapat dicapai. “Kemendikbud mendukung LPSE agar universitas sebagai garda terdepan jadi pilar utama transaparansi pengadaan barang dan jasa,” paparnya.
Direktur Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (DPPA) UGM, Dr. Ing Singgih Hawibowo mengungkapkan, UGM sendiri setiap tahunnya melakukan belanja pengadaan barang/jasa mencapai Rp 200-250 miliar dari total anggaran pendidikan yang dimiliki UGM mencapai Rp 1,5 triliun. “Setiap tahun, UGM mengadakan rata-rata 100 paket pelelalangan,†katanya.
Sebelum memiliki LPSE, kata Singgih, UGM seringkali tersita waktunya untuk proses pengadaan barang dan jasa. Diharapkan dengan adanya LPSE maka akan meningkatkan efisiensi pengadaan barang/jasa hingga 10 persen.(Humas UGM/Gusti Grehenson)