Setiap anak memiliki hak untuk bermain dan berekreasi. Ia berhak pula untuk mendapatkan pendidikan dasar guna mengembangkan potensi serta mendapatkan standar hidup yang layak. Sementara itu untuk menjaga kesehatan mental, ia berhak memperoleh kasih sayang, cinta dan pengertian.
Menurut Prof. dr. Sunartini Hapsara, Ph.D., Sp. A(K) untuk mewujudkan itu sejak dalam kandungan ia berhak mendapatkan suplai gizi & perawatan kesehatan yang memadai dan memperoleh pendidikan secara bebas. Selain itu seorang anak berhak pula untuk mendapat kesempatan penuh untuk bermain dan rekreasi. “Sayang dalam kenyataan, mereka justru terkadang harus mengerjakan Pekerjaan Rumah yang menumpuk untuk tugas sekolah. Hal-hal semacam inilah yang membatasi anak untuk bermain,” katanya di Fakultas Psikologi UGM, Jum’at (2/12).
Berbicara dalam Lokakarya “Kesehatan Mental di Sekolah: Pendekatan Komprehensif” yang diselenggarakan fakultas psikologi UGM, Sunartini menjelaskan berbagai hak anak ini idealnya dapat dipenuhi. Pemenuhan hak anak atas pendidikan, kesempatan tumbuh kembang, kesempatan berkreasi dan berperan serta dalam kehidupan sehari-hari.
Iapun berharap anak-anak diberi kesempatan berpendapat dan berprestasi melalui berbagai akses tanpa diskriminasi, tanpa paksaan dan kekerasan. “Semua diharapkan sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku. Ini merupakan upaya bagi pemberdayaan anak yang sehat,” jelasnya.
Membahas materi mengenai kontribusi aspek neuropsikologi dalam membangun kesehatan mental siswa, Sunartini mengungkapkan tak sedikit anak dirujuk oleh dokter, psikologi sekolah atau profesional lain karena satu atau dua permasalahan. Entah kesulitan dalam belajar, perhatian dan perilaku. Atau karena kesulitan sosialisasi atau kontrol emosional, serta penyakit atau permasalahan terkait perkembangan bawaan yang mempengaruhi otak. “Namun terkadang ditemui pula karena cedera otak karena kecelakaan, trauma lahir, hingga tekanan fisik lain,” ungkap spesialis neurodevelopmental FK UGM.
Untuk itu, kata dia, dibutuhkan kontribusi aspek neuropsikologi berupa evaluasi neuropsikologis. Evaluasi neurologipsikologis ini membantu pemahaman akan fungsi otak anak dalam beberapa area seperti memori, perhatian, persepsi, koordinasi dan personalitas lebih baik.
Pembicara lain, dr. Carla Raymondalexas Marchira, Sp.Kj menyayangkan keterbatasan pertemuan antara anak dan orang tua saat ini. Karena kesibukan tak jarang anak-anak “dititipkan” di sekolah atau bersekolah sampai sore. “Waktu bertemu pun terbatas, jika ada waktu biasanya orangtua sudah merasa lelah sehingga kualitas pertemuan antara orangtua dan anak sangat kurang,” katanya.
Belum lagi berkembangnya era teknologi terutama internet. Anak-anak lebih senang menghabiskan waktu di depan komputer, karena merasa apa yang mereka butuhkan sudah terpenuhi. “Mencari hiburan dengan bermain game on-line, mencari data untuk tugas sekolah. Apapun dengan sekali “klik” sudah mendapatkan jawaban dalam sepersekian detik. Namun jika orangtua tidak berhati-hati bisa-bisa mereka membuka laman pornografi, hal ini tentu tidak diharapkan namun sangat mudah dilakukan,” katanya lagi.
Mengupas materi mengenai siswa yang berisiko mengalami gangguan kesehatan mental, Carla yang seorang psikiater FK UGM/ RSUP Dr. Sardjito miris dengan kehidupan kota saat ini. Meski belum ada penelitian yang jelas benar, namun secara empiris kehidupan kota besar lebih di warnai dengan interaksi sosial yang bersifat individualistis dan konsumtif. Sebaliknya di kota kecil lebih bersifat kekeluargaan.
Baginya kehidupan modern memerlukan sifat yang bijak dalam menyaring segala informasi yang mengalir tanpa bisa dibendung. Berbagai kemudahan memperoleh informasi lewat internet harus disikapi dengan hati-hati. “Apalagi untuk mereka yang masih sekolah, masa-masa sekolah adalah masa dimana anak-anak dan remaja memiliki rasa ingin tahu sangat besar,” paparnya. (Humas UGM/ Agung)