Pendidikan menjadi hak semua orang. Tidak peduli apakah ia bertempat tinggal di kota besar atau di daerah pelosok negeri. Melihat kondisi yang timpang, Indonesia Mengajar sebagai salah satu gerakan yang dipelopori pemuda-pemuda di Indonesia turut berperan aktif dalam aspek pendidikan di negeri ini.
Mereka yang terdiri dari anak-anak muda dan ditempatkan di berbagai penjuru tanah air melakukan pengabdian dengan berbagi ilmu pada masyarakat. Bahkan pada bulan November 2011, ini batch 1 Pengajar Muda dari Program Indonesia Mengajar telah usai menjalankan pengabdian.
“Tentu banyak cerita yang mereka peroleh setelah melakukan pengabdian di daerah pelosok. Cerita itulah yang kemudian mereka tuangkan dalam buku Kisah Para Pengajar Muda di Pelosok Negeri,” tutur Mufti Nurlatifah, di Auditorium Pascasarjana Fisipol UGM, Selasa (6/12) di sela-sela peluncuran buku.
Buku Indonesia Mengajar: Kisah para Pengajar Muda di Pelosok Negeri, kata Mufti Nurlatifah berisi kisah para Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) di daerah terpencil. Bagaimana mereka berbagi pengalaman selama mengabdikan diri sebagai pengajar muda. “Banyak pengalaman menarik yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia lainnya,”tambahnya.
Untuk itu guna mengulas apa yang terjadi selama menjadi Pengajar Muda dan apa saja yang mereka peroleh, Mufti sebagai penanggungjawab launching buku menghadirkan Pengajar Muda yang terlibat dalam penulisan buku, yaitu Agus Rachmanto dan Adeline Magdalena.
Dari penuturan cerita memang tak mudah bagi anak muda meninggalkan berbagai kenyamanan kota dan jauh dari keluarga hanya untuk mengabdi di pelosok negeri sebagai guru. Sebab mereka tak sekedar mengajar Calistung (baca, tulis dan hitung), namun juga mengajar banyak nilai-nilai tentang kebaikan. “Taruh pengalaman Agus Rachmanto saat di Bengkalis, di Malaka di daerah perbatasan. Di daerah yang terpencil, ia tidak hanya mengajar namun harus berhadapan dengan isu daerah perbatasan yang sedang hangat dibicarakan. Demikian pula pengalaman Adeline Magdalena, sebagai pemilik wajah keturunan (China), tak mudah baginya menjalankan program mengajar di tengah masyarakat,” terang Mufti.
Mufti berharap dengan menghadirkan para pelaku Pengajar Muda Indonesia mampu memberi inspirasi bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM. Mereka diharapkan tak lagi bingung mesti kemana setelah lulus untuk mengabdikan diri pada bangsa. “Setidaknya kegiatan yang diusung Gerakan Indonesia Mengajar, Bentang Pustaka sebagai penerbit buku dan Jurusan Imu Komunikasi Fisipol UGM sebagai fasilitator mampu memberikan brain storming bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi, terutama angkatan 2011,” jelas asisten peneliti di Jurusan Ilmu komunikasi Fisipol UGM. (Humas UGM/ Agung)