YOGYAKARTA-Implementasi penegakan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sampai sekarang ini masih mengalami banyak kendala dan tidak berjalan mulus. Kendala yang dijumpai tersebut baik pada jalur perdata maupun pidana. Hal ini ditegaskan oleh Sekjend Asosiasi Konsultan HKI (AKHKI), Firoz Gaffar, pada Konferensi-Deklarasi Asosiasi Pengajar HAKI Indonesia ‘Pendidikan HAKI dan Penegakkan Hukum di Indonesia’ di Fakultas Hukum UGM, Senin (12/12).
Firoz mencontohkan kendala yang dijumpai pada penegakkan hukum jalur perdata diantaranya kendala penetapan sementara, yakni hukum acara penetapan sementara mulai dari permohonan, penerbitan, sampai terlaksananya belum jelas, karena ketiadaan petunjuk pelaksanaan dari MA.
“Implementasi penegakkan hukum yang terkendala tersebut baik di jalur perdata maupun pidana,â€papar Firoz.
Sementara di jalur pidana Firoz menyebutkan beberapa kendala yang ada seperti kendala delik, yaitu penyidik sering tidak dapat melakukan tindakan apapun terhadap pelanggaran HKI, karena kebanyakan rezim HKI (selain hak cipta) adalah delik aduan, bukan delik biasa yang tidak mensyaratkan laporan dari masyarakat. Disamping itu kendala pemeriksaan, yakni penuntut sering berbeda pendapat dengan penyidik atas perlu tidaknya pemilik hak cipta diperiksa, terutama bila ia bertempat di luar negeri.
“Disamping itu kendala juga pada waktu pemusnahan, sanksi, dan kendala penyidikan yaitu belum ada ketentuan yang mewajibkan penyampaian mulai dan hasil penyidikan PPNS kepada jaksa penuntut dengan tembusan ke polisi penyidik,â€jelas alumumnus S2 FH UI itu.
Firoz menilai dari sejumlah pelanggaran HKI pemalsuan merek dan pembajakan hak cipta bisa dianggap sebagai musuh bersama masyarakat dunia. Dalam pandangan Firoz pemalsuan dan pembajakan layak digiring ke jalur pidana, sebagai jalur alternatif dari jalur perdata. Memulihkan fungsi HKI dengan memperbaiki lubang-lubang kendala penegakkan hukum dapat saja dikerjakan. Namun, pekerjaan ini bersifat teknis. Pekerjaan yang sesungguhnya besar dan lebih mendasar adalah pembentukan karakter manusia yang sadar HKI dan mau menegakkan HKI.
“Nah, jalan menuju kesana adalah melalui pendidikan,â€urai Firoz.
Di tempat sama Direktur Merek Direktorat Jenderal HKI Muhammad Adri menambahkan problematik penegakkan hukum di Indonesia antara lain adalah faktor legal culture (budaya hukum). Hukum hak kekayaan intelektual lebih merupakan cerminan budaya terhadap pengakuan eksistensi individualis kapitalis yang bersumber dari AS dan Eropa Barat.
Untuk mengurangi legal gap yang sedemikian pemerintah telah melakukan upaya pendekatan yang bersifat persuasive antara lain pendekatan yang bersifat dalam bentuk pelatihan untuk UKM dan pemberian subsidi kepada UKM dan penghormatan kepada inventor.
“Pendekatan edukatif tersebut antara lain juga diwujudkan dalam bentuk MoU pemerintah dengan universitas dalam rangka mensosialisasikan HKI kepada masyarakat,â€tegas Adri.
Sementara itu Guru Besar dari Fakultas Hukum UGM, Prof. M. Hawin, S.H., LLM., Ph.D. pengetahuan tentang HKI di perguruan tinggi bisa dilakukan berbasis Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan/keaktifan mahasiswa tersebut dilakukan dengan mendasarkan sebuah problem yang dibuat. Mahasiswa diberikan suatu problem dalam bentuk skenario;mereka akan memunculkan masalah-masalah (questions) yang relevan; melakukan penelitian guna memecahkan masalah-masalah tersebut, kemudian mendiskusikan pemecahan masalah tersebut secara aktif (Humas UGM/Satria AN)