Yogya, KU
Pergantian empat kali kepemimpinan nasional dalam masa sepuluh tahun di era reformasi ini dinilai belum banyak menunjukkan tingkat kemajuan yang berarti, bahkan belum mampu mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini selama hampir 63 tahun terutama di bidang kemiskinan, kebodohan, korupsi, ketidakadilan dan ketergantungan dengan pihak asing.
Hal ini dikemukakan aktivis muda Dr Yuddy Chrisnandi sekaligus penulis buku “Beyond Parlemenâ€, dalam diskusi bedah bukunya yang diselenggarakan oleh BEM KM UGM, Jumat (1/8) di Ruang Auditorium BRI Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Menurut Yuddy, adanya krisis kepemimpinan nasional inilah yang menyebabkan presiden terpilih tidak mampu mengatasi berbagai permasalahan bangsa yang semakin kompleks. Maka dari itu dirinya mengusulkan munculnya kaum muda untuk bangkit dan menjadi pemimpin.
“Saat ini, kita dihadapi tantangan dan harapan baru, jaman baru dan generasi baru, dan itu tidak bisa dilakukan oleh kaum tua,†tandasnya.
Lebih lanjut diungkapkan oleh aktivis politik partai Golakar ini, dalam upaya mengatasi permasalahan bangsa ini setidaknya dibutuhkan pemimpin dengan energi yang kuat, bersikap lurus dan berjiwa bersih tanpa dibebani beban masa lalu.
“Bangsa ini membutuhkan pemimpin alternatif dan ini hanya bisa dilakukan oleh kaum muda,†tegasnya lagi.
Yuddy sempat menyebutkan berbagai persoalan bangsa yang sempat ditulis dalam bukunya tersebut, diantaranya angka kemiskinan saat ini sudah mencapai 37,7 juta jiwa jika menggunakan standar Bank Dunia dimana penghasilan penduduk dihitung satu dollar sehari, namun jika menggunakan standar 2 dollar sehari maka jumlah penduduk miskin sudah lebih dari 74 juta.
“Namun, bila ini dihitung dari tersedianya fasilitas listrik, pelayanan kesehatan, pembangunan jalan dan sebagainya maka masyarakat miskin kita lebih dari separoh,†imbuhnya.
Di bidang pendidikan, dirinya mengaku prihatin dengan 70 persen penduduk hanya mengeyam bangku pendidikan di bawah SMA. Hanya 30 persen yang sempat mengenyam bangku SMA. Sementara baru lima persen saja yang bisa mengeyam hingga bangku kuliah.
“Bagaimana bangsa kita bisa maju, jika hanya lima persen dari penduduknya saja yang sarjana,†katanya.
Di kesempatan yang sama, Fadjroel Rahman, yang mengaku salah satu calon presiden independen 2009, mengungkapkan bahwa sudah saatnya kaum muda melakukan regenerasi kepemimpinan nasional. Dalam pandangannya, kaum muda justru bisa lebih berpikir progresif dibandingakn kaum tua yang hanya berpikir konservatif.
“Apa yang membedakan kaum muda dan kaum tua, terletak pada batasan umur, karena sekarang ini sudah ada pergeseran dimana usia kaum tua itu di atas 60 tahun, sementara kaum muda berkisar dari 40 hingga 60 tahun,†ujarnya.
Diakui oleh Fadjroel, keikutsertaan kaum muda dalam regenerasi kepemimpinan sudah dimulai dilakukan oleh kalangan pebisnis, akademisi dan aktivis organisasi lainnya.
“Kemenangan pertama kita kaum muda dimulai dengan berhasilnya menjadikan Prof. Dr. Der Soz Gumilar Rusliwa Somantri sebagai Rektor Universitas Indonesia (UI), beliau berasal dari kalangan muda karena hanya berusia 44 tahun, sementara salah satu alumnus UGM Dr Anies Baswedan sudah menjadi salah satu rektor termuda di Asia Tenggara dan dinobatkan salah satu dari 100 intelektual berpengaruh dunia,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)