Yogya,KU
Produksi minyak sawit (CPO) memiliki prospek dan memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian nasional. Pertumbuhan CPO nasional saat ini rata-rata 13,36 persen per tahun, jauh di atas negara Malaysia yang hanya 5,42 persen per tahun. Tahun 2008, diproyeksikan produksi CPO Indonesia kurang lebih 19 ribu ton, jumlah ini diatas produksi Malaysia yang diproyeksikan hanya 17 ribu ton.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Drs Akhmaludian Hasibuan Msi dalam seminar nasional “Meraih Keuntungan dari Kenaikan Harga Minyak, Emas, CPO dan Komoditas Lainnyaâ€,Sabtu (2/8) di Fakultas Pertanian UGM.
Meskipun CPO memiliki prospek dan memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian nasional, namun dalam upaya meraih keuntungan dan memelihara pertumbuhannya, masih perlu dilakukan kebijakan pemeliharaan dan peremajaan dan rehabilitasi assets untuk meningkatkan produktivitas.
“Kebijakam pemeliharaan dan peremajaan serta rehabilitasi assets yang tidak sesuai dengan norma dari internal perusahaan ini telah menyebabkan rendahnya produksi per hektar dari perkebunan sawit nasional dibanding dengan Malaysia,†ungkapnya.
Akhmaludin mengakui produksi per hektar perkebunan sawit nasional masih rendah dibanding Malaysia. Hal ini berdasarkan data dari Oil World Annual 2007, diketahui produksi per hektar minyak sawit malaysia mencapai 4,32 ton, sedangkan Indonesia hanya 3,90 ton. Padahal, imbuhnya, perkebunan sawit nasional memiliki areal sekitar 6 juta hektar, terdiri 35 persen perkebunan rakyat, 53 persen areal perkebunan besar swasta dan sisanya 12 persen areal perkebunan negara.
Selain itu, tambah lulusan Magister Agribisnis UGM ini, kurangnya dukungan industri jasa seperti jasa pelabuhan, menyebabkan tingginya biaya pengiriman. Sementara, lemahnya industri logistik juga menyebabkan tingginya biaya bahan baku seperti harga pupuk yang meningkat 400 persen.
“Secara nasional setidaknya perlu adanya upaya untuk memperkuat industri jasa dan logistik nasional,†katanya.
Mantan Direktur utama PT Perkebunanan Nusantara III dan XIII ini sempat menyinggung turunnya pendapatan dari hasil penjualan CPO akibat kebijakan penetapan pungutan ekspor dalam menahan laju pertumbuhan harga CPO lokal dalam rangka memelihara stabilitas harga minyak goreng
“Perlu adanya kebijakan fiskal yang kondusif dan konsisten dalam upaya peningkatan daya saing industri nasional seperti kebijakan penetapan pungutan ekspor dan peraturan daerah,†tandasnya.
Sementara Tina Rosjana, Direktur PT Asia Kapitalindo, mengungkapkan saat ini adanya pandangan baru dalam investasi komoditi. Menurutnya, investasi komoditi bisa dijadikan alternatif dalam bisnis investasi karena komoditi memiliki risiko yang lebih kecil daripada saham dan obligasi.
“Kenaikan fantastis dari harga komoditas dapat dilihat dengan melambungnya harga emas dan minyak dalam satu tahun terakhir, harga emas naik hingga 60,99 persen sedangkan harga minyak naik menjadi 112,51 persen,†ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)