
YOGYAKARTA – Negara seharusnya tetap menjamin dan membiayai dunia pendidikan dengan menyiapkan kebijakan publik yang responsif terhadap kepentingan masyarakat, bukan mengutamakan kepentingan pasar. Pasalnya, pendidikan merupakan barang kolektif yang butuh tindakan kolektif dan tidak dapat dipenuhi oleh individu secara sendiri. Sebagai unit kolektif, negara diperlukan dalam proses ini karena wewenang yang dimilikinya bisa menjamin pemerataan akses ke pendidikan.
Guru Besar Ilmu Soial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Mochtar Maso’ed menegaskan hal tersebut saat pidato ilmiah Dies Natalis ke-62 UGM di Graha Sabha Pramana, Senin (19/12). Dalam pidatonya yang berjudul ‘Untuk Apa Negara?Renungan Akhir Tahun tentang Tanggung Jawab Penyelenggraan Layanan Publik’, Mochtar mengatakan negara tetap harus bertanggung jawab dalam mengalokasikan dana APBN sesuai konstitusi, sementara dunia bisnis, ormas perlu berkomitmen lebih besar untuk mobilisasi dana pendidikan tinggi secara gotong royong.
“Kebijakan publik harus berorientasi ke rakyat. Jangan hanya mempersiapkan anak-anak kita untuk dunia, kita juga harus persiapkan juga dunia untuk anak-anak kita, kerja gotong royong diperlukan,” katanya.
Kendati negara tetap menghadapi kendala dalam menjalankan tugas konstitusinya. Namun tidak serta merta Negara lepas tangan terhadap tanggung jawab memberikan layanan dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Karenanya kerjasama antar pemangku kepentingan sangat diperlukan. Hal itu juga berlaku untuk pengelolaan pendidikan di Universitas Gadjah Mada. “UGM berkepentingan pelopori kolaborasi antara pemangku kepentingan pendidikan untuk kemaslahatan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di 40 persen lapisan paling bawah,” kata Mochtar Masoed.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dalam laporan perjalanan kepemimpinannya selama 2007-2011 menyampaikan berbagai capaian inovasi di bidang pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan manajemen. Beberapa diantaranya berbagai upaya kerjasama terkait peningkatan kualitas pendidikan, sumber dana perguruan tinggi selain dari pemerintah, serta upaya memberikan bantuan beasiswa kepada mahasiswa yang berasal dari masyarakat kurang mampu.
Dia menyebutkan, program subsidi silang bagi mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dan berprestasi akademik unggul yang telah dialokasikan UGM kata Rektor telah melampaui 20 % dari seluruh jumlah mahasiswa. Khusus untuk tahun 2011 ini, mahasiswa baru UGM yang bebas biaya pendidikan berjumlah lebih dari 1500 orang. “Capaian ini juga berkat peran orang tua mahasiswa yang secara aktif mendudung pembiayaan melalui subsidi silang,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)