YOGYAKARTA – Pascareformasi, pemerintah bersama-sama dengan DPR telah memproduksi sekitar 426 UU. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, terdapat 102 UU yang diperkarakan di MK RI, 5 UU dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan 37 UU dinyatakan beberapa pasal dan ayatnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Kondisi ini sungguh memprihatinkan terhadap UU yang telah dihasilkan selama reformasi,†kata peneliti Pusat Studi Pancasila, Heri Santoso, M.Hum., Senin (2/1).
Untuk menindaklanjuti hasil penelitian itu, PSP UGM melaksanakan polling terhadap mahasiswa untuk mengetahui respon terhadap produk UU. Polling dengan mengambil 360 responden mahasiswa dari 12 perguruan tinggi di Yogyakarta, terdiri atas 180 mahasiswa Fakultas Hukum UGM, UII, UAD, UMY, UIN, dan UAJY, dan 180 mahasiswa non-Hukum UNY, UPN, UKDW, UST, UP ’45, dan USD.
Hasil polling menunjukkan sekitar 65% mahasiswa menyatakan tidak yakin UU yang telah dihasilkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kendati demikian, sebanyak 69% mengaku belum pernah membaca dan mempelajari secara sungguh-sungguh. Hasil polling juga menunjukkan ada perbedaan signifikan, 58% mahasiswa hukum mengaku belum pernah membaca dan mempelajari secara sungguh-sungguh dan 42% mengaku sebaliknya.
Sementara itu, 80% mahasiswa non-Hukum mengaku belum pernah membaca dan mempelajari seluruh UU itu secara sungguh-sungguh dan 20% responden mengaku sebaliknya. “Mayoritas responden yang notabene masyarakat terdidik kurang tertarik untuk membaca dan mempelajari UU secara sungguh-sungguh,†kata ketua tim polling ini.
Sehubungan dengan UU yang banyak tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, mahasiswa juga sepakat untuk dilakukan judivicial review. Sebayak 61% menyatakan perlunya judicial review dan 39% responden menilai judicial review tidak perlu. Mayoritas mahasiswa Hukum 67% berpandangan bahwa perlu dilakukan judicial review, sedangkan 54% mahasiswa non-Hukum menyatakan perlu dilakukan judicial review.
Tim peneliti PSP UGM yang beranggotakan Sulyanati, Surono, Agung, S.S., Widodo, dan Diasma, S.S. juga mengatakan hasil polling dimaksudkan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap UU. Selain itu, hasil polling ini memberi peringatan pada para penyusun dan pengesah UU agar pada masa yang akan datang lebih bersungguh-sungguh dan berhati-hati lagi dalam menyusun UU dan tidak terjebak untuk mengejar kuantitas, melupakan kualitas.
Menutup laporannya, Heri mengingatkan segenap komponen bangsa bahwa negara ini adalah negara hukum, bukan negara peraturan sehingga tidak semua masalah harus diselesaikan melalui peraturan. “Agar kita tidak terjebak mabuk dan kecanduan peraturan,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)