Seperti halnya kecenderungan wilayah perkotaan, kota-kota di Jawa Barat mengalami tekanan urbanisasi yang meningkat dari waktu ke waktu. Terbukti dengan tingginya jumlah penduduk dan kepadatan kota-kota utama, seperti Bandung, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Perbaikan ekonomi menjadi motif yang paling menonjol bagi banyak penduduk dalam melakukan hijrah ke perkotaan sebagai pusat ekonomi. Disamping itu, sarana sosial ekonomi seperti pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan perdagangan yang lebih memadai merupakan faktor pendorong terjadinya urbanisasi.
“Dalam banyak kasus urbanisasi tidak hanya memberikan manfaat, namun telah menjadi beban bagi perkotaan dan menimbulkan berbagai permasalahan sosial maupun ekonomi, khususnya kemiskinan yang sering bermuara pada peningkatan kriminalitas,” papar Drs I Dewa Gde Suthapa MBA, Sabtu (2/8) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Hal itu dikatakannya saat melangsungkan ujian terbuka program doktor UGM bidang Ilmu Ekonomi. Komisaris Utama PT BPR Indomitra Bumi Serpong mempertahankan desertasi “Optimalisasi Peran Bank Perkreditan Rakyat Dalam Penanggulangan Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat” dengan bertindak selaku promotor Prof Dr Abdul Halim MBA dan ko-promotor Prof Dr Miftah Thoha MPIA serta Prof Dr Irwan Abdullah.
Data Kemiskinan 2005-2006 menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada tahun 2005 mencapai 5.137.600 orang atau 13,06 persen dari total penduduk. Secara absolut menempati urutan ketiga setelaj Jawa Timur (7.139.900 orang) dan Jawa Tengah (6.533.500 orang). Sedangkan secara persentase lebih baik, terutama jika dibandingkan dengan provinsi di luar Pulau Jawa dan Bali.
Menurut Dewa Gde Suthapa, cukup banyak upaya ditempuh untuk menanggulangi kemiskinan di Jawa Barat ini. Upaya-upaya tersebut bersumber dari Pemerintah Pusat melalui APBN, Pemerintah Daerah melalui APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, maupun lembaga lainnya seperti organisasi sosial atau LSM Domestik dan internasional, dunia pendidikan serta dunia usaha (CSR).
Berbagai pendekatan pun dilakukan. Kata Gde Suthapa pendekatan tersebut cukup beragam serta mencakup berbaai sektor dan wilayah. Beberapa program dan kegiatan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, seperti BOS, Kartu Sehat, pembangunan infrastruktur dasar, raskin dan BLT.
“Program lainnya diarahkan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin melalui pemberian bantuan dana yang ditempuh melalui jalur sektoral dan bersyarat di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, infrastruktur, koperasi dan usaha kecil menengah, dan BLPS. Selain itu terdapat pula berbagai upaya bagi sasaran tertentu seperti wanita dan anak-anak,” tambahnya.
Lebih lanjut katanya, keberhasilan BPR mendukung program penanggulangan kemiskinan dapat dilihat dari peningkatan aktivitas usaha, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit ke nasabah UMK. Peningkatan aktivitas usaha mencerminkan semakin banyak nasabah UMK yang memanfaatkan jasa pelayanan BPR, terutama dalam hal akses bantuan permodalan untuk pengembangan usahanya.
“Dengan meningkatnya pemberian kredit kepada nasabah UMK dapat diartikan bahwa BPR berperan di dalam mendukung pertumbuhan ekonomi pedesaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelas Gde Suthapa yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. (Humas UGM)