YOGYAKARTA – Guru Besar Ilmu Politik, yang sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Prof. Dr. Pratikno, mengatakan demokrasi tidak selalu identik dengan voting atau pemilihan (pemungutan suara), tetapi berjalannya proses keterbukaan, kedekatan pemimpin dan rakyat, serta berjalannya tugas pemimpin bekerja untuk kepentingan rakyat. “Esensinya, ada keterlibatan dan kedekatan masyarakat dengan pemimpin. Keterbukaan dan saling menghargai. Pemimpin bekerja untuk kepentingan umum,†kata Pratikno menanggapi pembahasan RUUK DIY dalam hal penentuan posisi Gubernur DIY.
Pendapat tersebut disampaikan Pratikno dalam Talkshow ‘Yogyakarta Soko Guru NKRI’, Rabu malam (4/12). Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, GBPH Joyokusumo dan Kyai Jazir. Menurut Pratikno, demokrasi tidak semata-mata menjalani ‘ritual’ pemilihan calon pemimpin, tetapi poin penting yang dapat dipetik ialah semangat untuk mencapai substansi dari proses demokrasi yang berlangsung. “Bukan semata instrumen demokrasi, tapi substansinya kedekatan rakyat ke pemimpin,†imbuhnya.
Sehubungan dengan peringatan 66 tahun Yogyakarta, yang pernah menjadi ibukota NKRI, Pratikno menilai Yogyakarta memiliki andil dalam proses perjalanan sejarah politik berdirinya republik ini. Di samping itu, Yogyakarta memiliki peran krusial dalam mengintegrasikan seluruh komponen bangsa, menginisiasi cikal bakal pemerintahan modern dan konsep desentralisasi. â€Pilar pentingnya adalah menjaga NKRI tetap kokoh seandainya integrasi, moralitas, partipasi, pemerintahan melindungi rakyat tidak dimulai dari Yogyakarta, maka runtuhlah NKRI,†ujarnya.
Sejarawan UGM, Prof. Dr. Djoko Suryo, menuturkan Yogyakarta sebagai ibukota NKRI telah meletakkan dasar demokratisasi dalam kepemerintahan dengan dibentuknya pemerintahan tingkat I hingga tingkat II dan III. “Selanjutnya menjadi role model pemerintahan repubik kemudian,†katanya.
GBPH Joyokusumo mangatakan DIY merupakan satu-satunya daerah yang memiliki status keistimewaan. Menurutnya, status hak keistimewaan yang disandang, berbeda dengan daerah khusus seperti DKI Jakarta, Aceh, dan Papua. “Sudah tidak banyak pembahasan istimewa dari pengertian sejarah, mengapa bisa istimewa, tapi tidak merumuskan makna dari isi istimewa itu,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)