Yogya,KU
Indonesia masih kekurangan tenaga penilai aset negara yang memiliki sertifikasi internasional. Saat ini baru tersedia 289 penilai bersertifikasi, padahal setidaknya dibutuhkan 3000 lebih penilai bersertifikasi. Keberadaan profesi penilai aset negara ini menurut ketua pengelola Magister Ekonomi Pembangunan (MEP) UGM Dr Akhmad Makhfatih MA sangat penting untuk mengatasi buruknya inventarisasi aset di lembaga pemerintahan Indonesia dengan ditunjukkan masih adanya aset-aset negara yang belum teridentifikasi dan adanya aset-aset negara yang telah tercatat tetapi belum dinilai secara wajar.
“Kecukupan jumlah profesi penilai sangat diperlukan dalam memperbaiki tata kelola barang milik negara (BMN), mengingat luasnya cakupan BMN di seluruh wilayah Indonesia dan ketiadaan sumber data awal BMN di beberapa wilayah di Indonesia,†ujar Dr Akhmad Makhfatih MA kepada wartawan dalam sosialisasi pelaksanaan seminar nasional “Penerapan Nilai Wajar (fair value) dalam Penilaian Aset Tetap pada Sistem Akuntansi di Indonesia “, Kamis (7/8) di Gedung MEP UGM.
Diakui oleh staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini, Indonesia masih kekurangan tenaga penilai aset negara karena baru ada sekitar 700 penilai yang benar-benar telah melakukan penghitungan aset negara.
Selain memperbaiki inventarisasi aset negara, kebutuhan terhadap profesi penilai bersertifikasi ini dalam upaya mendukung penyempurnaan terhadap sistem akuntansi Indonesia yang kini mengadopsi aturan yang telah ditentukan dalam standar Akuntansi Internasional (IAS).
“Salah satu hal yang berbeda dengan sebelumnya adalah penggunaan nilai wajar (fair value) dalam laporan keuangan, dimana sebelumnya digunakan nilai buku (book value). Perubahan penggunaan dasar penilaian ini tentu saja akan memebawa berbagai macam dampak dari pelaksanaan kegiatan akuntansi di Indonesia, mengingat sistem akuntansi ini akan diberlakukan di semua sektor baik pemerintah maupun swasta,†katanya.
Dijelaskan oleh Akhmad Makhfati, Bank Indonesia telah menyiapkan pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) setelah selesainya pengadopsian IAS oleh IAI. Pedoman ini kemudian diterapkan pada bank di Indonesia untuk dilaksanakan pada tahun 2009 dan mewajibkan pada bank yang telah siap untuk melaksanakannya di tahun 2010.
“Sementara perusahaan swasta juga sangat berkepentingan untuk menerapkan IAS ini pada laporan keuangannya sebagai pertanggungjawaban kepada pemilik perusahaan,†tegasnya.
Bukan hanya itu saja, tambah Makhfatih, dampak penerapan standar akuntansi internasional ini semakin terasa bila penerapannya juga dilakukan kepada lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah.
Berkaitan dengan rencana penerapan nilai wajar dalam penilaian aset tetap pada sistem akuntansi di Indonesia pada tahun 2009 dan 2010, MEP UGM akan melaksanakan seminar nasional yang akan berlangsung di Ball Room, hotel Hyatt Regency, Sabtu (9/8). Bertindak sebagai pembicara kunci, Menteri keuangan RI Dr Sri Mulyani Indrawati, dan beberapa pembicara penting lainnya, Dirjen Pajak Depkeu Dr Darmin Nasution, Ketua IAI Drs M Jusuf Wibisono, Ketua MAPPI Ir Hamid Yusuf, dan Deputi Gubernur BI Dr Muliaman Hadad.
Kegiatan seminar penilaian ini, ungkap Makhfati sebagai rangkaian ulang tahun MEP UGM yang ke 13 dan bagian dari launching pendidikan Magister Bersertifikasi Penilai yang kelas perdananya akan dimulai pada bulan Sepetember 2008. (Humas UGM/Gusti Grehenson)