YOGYAKARTA – Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim, mengatakan kebijakan energi nasional belum sepenuhnya dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Subsidi BBM dan listrik sebesar 261 triliun rupiah pada tahun 2011 lalu, yakni 165 triliun untuk BBM dan 96 triliun untuk listrik hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat. Kenyataannya, hanya 65 persen masyarakat yang bisa menikmati pasokan aliran listrik yang tersambung ke setiap rumah. “Energi belum sejahterahkan rakyat. Jadi, yang tidak dapat listrik, tidak dapat juga subsidinya,†kata Darnel dalam workshop internasional tentang energi nuklir dam keamanan reaktor, yang berlangsung di Fakultas Teknik UGM, Senin (30/1). Oleh karena itu, Darnel mendesak pemerintah untuk menyediakan sambungan listrik ke seluruh lapisan masyarakat. “Hingga tahun 2020, semua penduduk dapat energi listrik,†katanya.
Sehubungan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan jumlah subsidi dengan melakukan konversi BBM ke gas, menurutnya hal itu merupakan pekerjaan yang tidak gampang dan sulit terealisasi karena pemerintah harus mempersiapkan keberadaan pasokan gas, retribusi, dan perubahan mesin kendaraan. Sementara itu, anjuran penggunaan BBM Pertamax, menurut Darnel, juga bukan solusi yang tepat. “Jika dipaksakan, maka akan ada permintaan Pertamax dalam jumlah besar dan belum tentu semuanya mampu dipenuhi oleh Pertamina sehingga yang terjadi justru kekacauan,†tambahnya.
Untuk menekan jumlah subsidi, pemerintah perlu mengurangi penjualan BBM dan batubara serta gas ke luar negeri. Meski pendapatan ekspor mencapai 272 triliun, semua pendapatan itu juga digunakan untuk melakukan subsidi. “Kita banyak ekspor dengan banyak produksi, sementara pendapatannya untuk subsidi,†katanya.
Darnel menyebutkan konsumsi BBM mencapai 1,2 juta barrel per hari tidak sepenuhnya dapat dipenuhi sehingga perlu impor sekitar 500 ribu barrel per hari untuk menutupi konsumsi BBM. “Yang perlu dilakukan adalah mengubah paradigma kebijakan energi. Energi kita jangan dijual, tapi untuk modal pembangunan. Strategi efisiensi energi, kita maksimumkan energi terbarukan,†katanya.
Dalam presentasinya, Head of Reactor Safety Division, HZDR, Jerman, Dr. Soeren Kliem, mengatakan penggunaan pembangkit tenaga nuklir di Uni Eropa merupakan kebijakan masing-masing negara untuk mengatasi persoalan energi masing-masing. Tidak semua negara Uni Eropa memilih energi nuklir. “Tidak ada kesepakatan dari Uni Eropa untuk membangun energi nuklir,†ujarnya.
Dikatakan Kliem, beberapa negera yang memiliki pembangkit tenaga nuklir, antara lain, adalah Perancis yang kini memiliki 58 pembangkit nuklir, Finlandia, Britania, Jerman, dan Rusia. “Di Belanda, ada satu yang beroperasi dan satu lagi masih dalam perencanaan, sedangkan di Italia, tidak ada yang beroperasi setelah ada penolakan dari rakyat lewat referendum,†katanya.
Kliem juga mengakui dampak kebocoran reaktor di Fukushima beberapa waktu lalu sedikit banyak berdampak pada kebijakan energi nuklir di berbagai negara, dari penambahan teknologi tingkat keamanan reaktor hingga peninjauan ulang rencana pembangunan reaktor baru. (Humas UGM/Gusti Grehenson)