Perkawinan dalam agama Katolik disahkan melalui Sakramen Pernikahan. Sakramen merupakan tanda cinta kasih Allah kepada manusia. Berdasarkan sifat sakramental pernikahan tersebut, suami-istri saling terikat dengan cara yang sama sekali tak terpisahkan. Sebab sifat hakiki perkawinan Katolik: monogam dan tidak terceraikan. “Secara formal agama, perkawinan Katolik memang tidak memungkinkan bercerai, namun dalam aplikasinya banyak yang terpisah secara non formal agama,” ucap Fabiola Hendrati, S.Psi., M.Si di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Jum’at (3/2) saat menempuh ujian doktor bidang ilmu psikologi.
Dikatakan Fabiola komunikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keharmonisan perkawinan. Bahwa komunikasi yang terbuka satu sama lain akan mempermudah proses penyesuaian diri kedua belah pihak, baik suami maupun istri. “Komunikasi yang terbuka merupakan pengungkapan diri dan menginformasikan diri seseorang apa adanya, baik keinginan, perasaan, kebutuhan, permasalahan maupun perhatian diri pribadi,” ungkap dosen Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang yang didampingi promotor Prof. Dr. Bimo walgito dan ko-promotor Prof. Dr. Th. Dicky Hastjarjo dan Dr. Tina Afiatin, M.Si.
Mempertahankan disertasi “Peningkatan Keharmonisan Perkawinan Pada Pasangan Suami Isteri katolik Ditahap Awal Usia Perkawinan melalui Penerapan Program Enneagram Yang Dimodifikasi”, Fabiola menjelaskan pengungkapan diri akan menjadi efektif apabila dilandasi dengan pengenalan diri pribadi masing-masing. Mengenali diri sendiri bukanlah suatu hal yang mudah, berbagai mekanisme pertahanan diri sering dilakukan oleh manusia sehingga justru menghalangi proses pengenalan diri. Apalagi pola-pola perilaku yang ditunjukkan oleh setiap orang seringkali diduplikat dari pola-pola perilaku dan interaksinya dengan orang tua di masa lalu.
Oleh karena itu, diperlukan suatu program yang membantu proses pengenalan pribadi masing-masing pasangan suami-istri. “Pusat-pusat retret ordo Yesuit di luar negeri juga sudah menggunakan program Enneagram dan menggabungkannya dengan pesan spiritual Anthony de Mello tentang kesadaran, yang menekankan ‘spiritualitas adalah keberhasilan dalam membawa seseorang menuju pada perubahan terdalam. Orang berubah dan perlu berubah,” jelas perempuan kelahiran Yogyakarta, 24 Februari 1969.
Penggunaan program Enneagram dalam hidup perkawinan dalam pandangan Fabiola selaku peneliti pernah dilakukan oleh Eckstein (2002) sebagai terapi perkawinan dengan menggunakan instrumen CEQ (Couple’s Enneagram Questionnaire), dan juga oleh Audrey Fain dalam disertasinya untuk mengatasi problem suami istri. Namun Fabiola sebagai peneliti belum menemukan pemakaian Program Enneagram di Indonesia untuk keharmonisan perkawinan.
Oleh karena itu, dengan mengunakan metode eksperimen-kuasi dan desain double pretest, dalam penelitian Fabiola mengkaji pengaruh penerapan Program Enneagram yang dimodifikasi terhadap pasutri Katolik usia 1-10 tahun. Ia berusaha membandingkan keharmonisan perkawinan mereka antara pra-perlakuan dengan pasca-perlakuan.
Hasil uji Mixed-Anova dan dari perbedaan mean menunjukkan terjadi peningkatan keharmonisan perkawinan yang signifikan dari pretest 2 ke postest pada kelompok eksperimen, dengan sumbangan efektif perlakuan sebesar 75%. Peningkatan keharmonisan perkawinan terjadi pada aspek saling menerima, saling memberi dan saling mendukung pertumbuhan pribadi antara suami-istri. Sementara pada kelompok kontrol menunjukkan tidak terjadi peningkatan keharmonisan perkawinan yang signifikan dari pretest 2 ke postest.
Hasil penelitian tentu selaras dengan konsep teoritis Jung tentang relasi perkawinan. Bahwa relasi suami-istri dalam perkawinan sebaiknya dipandang sebagai relasi psikologis agar bisa mengarah pada perkawinan yang harmonis. Sebagai sebuah relasi psikologis, relasi suami-istri dapat diibaratkan sebagai sebuah container atau ‘kotak’ dengan ‘pengisinya’, yang berarti mengandung konsep ‘saling’. “Konsep ‘saling’ ini hanya bisa dilaksanakan dengan baik apabila suami-istri saling mengenali selfnya masing-masing dan self pasangan hidupnya. Konsep Jung tentang relasi suami-istri yang diibaratkan sebagai container dengan pengisinya, yang tetap saja terarah menuju individuasi self masing-masing,” tutur istri Hipolitus Kristoforus Kewuel, ibu dua anak ini. (Humas UGM)