YOGYAKARTA- Dangke merupakan produk olahan susu sejenis keju lunak yang dihasilkan tanpa proses fermentasi dan menjadi makanan khas Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Jumlah susu yang diolah menjadi dangke di daerah tersebut mencapai 6000 liter perhari. Sementara whey dangke adalah produk samping (by-product) pengolahan dangke yang jumlahnya sekitar 3600 liter perhari dan umumnya dibuang begitu saja.
Penanganan whey dangke dari produk samping pengolahan dangke sangat diperlukan saat ini. Hal ini antara lain berdasarkan pada jumlah whey yang dihasilkan perharinya sangat banyak dan belum dimanfaatkan, selain itu untuk mencegah pencemaran lingkungan yang lebih luas akibat pembuangan langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu.
“Hingga saat ini tidak ada satu pun penelitian maupun informasi ilmiah mengenai karakteristik whey dangke dari produk samping pengolahan dangke dan pemanfaatannya,â€papar Fatma, S.Pt., MP, pada ujian terbuka program pascasarjana Fakultas Peternakan UGM, Selasa (7/2). Pada ujian terbuka tersebut Fatma mengangkat judul disertasi Potensi Pengembangan Whey Dangke Menjadi Minuman Fungsional.
Fatma menjelaskan bahwa saat ini whey dangke dapat diolah menjadi berbagai produk yang salah satunya menjadi produk minuman fermentasi. Produk tersebut cukup diminati masyarakat dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Sementara itu komponen nutrisi whey dari produk samping pengolahan dangke dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi pertumbuhan.
“Pembuatan whey dangke menjadi produk minuman dapat berpotensi sebagai minuman fungsional,â€ujar staf pengajar di Universitas Hasanudin itu.
Karakteristik dan kualitas produk minuman whey fermentasi sangat ditentukan oleh level inokulum dan waktu inkubasi Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dalam proses fermentasi. Variabel itu, imbuh Fatma, perlu dianalisis agar tercapai aktifitas L.acidhopilus FNCC 0051 terbaik dalam produk.
Di sisi lain upaya pemanfaatan whey dangke terkendala oleh rendahnya kandungan total padatan whey (sekitar 6%). Fatma menilai keadaan inilah yang menyebabkan produk minuman fermentasi berbahan dasar whey dangke akan lebih berair dibanding produk susu fermentasi komersial, sehingga akan mempengaruhi kualitas dan karakteristik produk.
“Nah, optimasi kondisi fermentasi (level inokulum, level tapioka dan waktu inkubasi) whey dangke sebagai produk minuman perlu dilakukan kajian dengan menggunakan response surface methodology (RSM),â€katanya.
Di hadapan tim penguji Fatma juga menegaskan hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan produk minuman whey fermentasi adalah penambahan sukrosa. Penambahan sukrosa dapat memperbaiki penerimaan konsumen terhadap produk dan kesesuaian produk untuk menjadi lingkungan bagi mikroorganisme probiotik sehingga memberikan manfaat kesehatan terhadap konsumen.
Melihat kondisi itulah maka Fatma meneliti mengenai potensi dan karakteristik whey dangke dari produk samping pengolahan dangke. Whey tersebut selanjutnya diolah menjadi produk minuman fermentasi menggunakan Lactobacillus acidophilus FNCC 0051.
“Dengan metode RSM dan pengembangan produk dengan menambah sukrosa diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan potensi sebagai minuman fungsional,â€pungkas Fatma.
Usai mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji yang dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Peternakan Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, SU., DEA, akhirnya Fatma dinyatakan lulus dengan predikat cum laude. Dengan hasil itu Fatma merupakan doktor yang ke-54 lulus dari Fakultas Peternakan serta doktor ke-1577 lulus dari UGM (Humas UGM/Satria AN).