Erosi di wilayah sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngrancah, Kulon Progo telah menimbulkan dampak berupa sedimentasi dan menurunnya kualitas lahan serta meluasnya lahan kritis. Proses erosi sendiri dipicu oleh pengelolaan lahan yang kurang mengindahkan konservasi tanah dan pemilahan bentuk penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuan lahan.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Ir. Ambar Kusumandari, M.E.S menilai penurunan kualitas lahan yang terjadi sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, diantaranya menurunnya jaminan kelangsungan, keberadaan dan fungsi sumberdaya alam di kawasan ini untuk mendukung kebutuhan manusia baik di masa kini maupun di masa mendatang. Berbagai aktivitas penduduk dalam mengelola lahan kurang memperhatikan unsur kelestarian lingkungan sehingga menyebabkan terjadinya kecenderungan penurunan kualitas sub DAS.
Penelitian di Sub DAS Ngrancah menyimpulkan bahwa Sub DAS Ngrancah dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ditandai dengan buruknya kualitas lahan, 85,17% luas Sub DAS tergolong kualitas buruk sampai dengan sangat buruk. Kondis tersebut disebabkan tingkat erosi yang sangat tinggi yaitu 77% luas Sub DAS termasuk dalam tingkat bahaya erosi berat sampai dengan sangat berat. “Rancangan teknik Konservasi Tanah dan Air (KTA) yang telah disusun sebelumnya, dalam aplikasinya di lapangan masih belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Hal tersebut diperburuk dengan pemilihan bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kapasitas dan daya dukung lahan,” ujar Ambar Kusumandari, di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM, Senin (6/2).
Ia mengatakan hal itu saat melangsungkan ujian terbuka Program Doktor Bidang Ilmu Kehutanan UGM. Dengan didampingi Tim Pembimbing Prof. Dr. Djoko Marsono, Prof(ret). Dr. M. Sambas Sabarnurdin dan Prof. Dr. Totok Gunawan, ia mempertahankan desertasi “Penanganan Konservasi Tanah dan Air Berbasis Unit Ekologis di Sub DAS Ngrancah, Kulon Progo”.
Peta lahan Kritis yang disusun BRLKT Serayu Opak Progo menunjukkan bahwa sub DAS Ngrancah merupakan lahan kritis dengan katagori kritis 84 ha dan sangat kritis 506,4 ha. Hasil penelitian Kusumandari sendiri di tahun 2008 menyimpulkan bahwa 48% sub DAS Ngrancah tergolong memiliki kelas kerawanan longsor yang tinggi. Terlebih bila mempertimbangkan sub DAS Ngrancah sebagai cathment area Waduk Sermo maka terdapat keterkaitan erat antara proses-proses yang terjadi di wilayah cathment dengan sedimentasi yang terjadi pada waduk. “Terkait hal itu, maka permasalahan tersebut dipandang perlu dan mendesak untuk segera ditangani agar pendangkalan waduk dapat segera dihambat dan umur waduk lebih lama serta tercapai pengelolaan lahan yang lestari,” papar Auditor Mutu Akademik Internal FKT UGM.
Ambar Kusumandari menandaskan bila proses dibiarkan begitu saja dan lama tentu penanggulangan akan memerlukan biaya yang cukup besar, terlebih dampak yang sangat buruk dari aspek ekologi dan ekonomi. Oleh karena itu permasalahan erosi, sedimentasi dan lahan kritis di kawasan Sub DAS Ngrancah mendesak dikaji, diteliti dan ditanggulangi supaya laju kecepatan gegradasi dapat dihambat.
Hasil penelitian menunjukkan berdasar karakteristik lahan di Sub DAS Ngrancah dapat dibentuk 77 unit ekologis. Sementara itu karakteristik vegetasi di Sub DAS Ngrancah menunjukkan terdapat 45 spesies pohon. hasil penghitungan kerapatan, kerapatan relatif (KR), Frekuensi, Frekuensi Relatif (FR), dominansi, dominansi relatif (DR), dan indeks nilai penting (INP) maka Pohon Kelapa memiliki INP paling tinggi, yaitu 102,92 diikuti Mahoni (INP=43,91), Durian (INP=32,01), Sengon (INP=23,85), Jati (INP=18,54) dan Melinjo (INP=10,02). Jenis lain yang memiliki INP sekitar 7, yaitu Sungkai, Nangka, Sonokeling dan Waru. “Selain jenis-jenis tersebut, terdapat 35 jenis pohon lainnya yang ada di wilayah studi memiliki INP relatif kecil,” jelas perempuan kelahiran Yogyakarta, 21 Agustus 1962, seraya menambahkan bila hasil pengklasteran lahar berdasar parameter vegetasi, tanah, erosi dan seluruh parameter lahan diperoleh penentu utama secara berturut-turut adalah persen kanopi, kesuburan kimia tanah, erodibilitas tanah, dan kesuburan tanah, dan secara berturut-turut memberikan kontribusi relatif sebesar 93,55; 76,83; 94,49 dan 81,46 secara analisis diskriminan. (Humas UGM/ Agung)