Penggunaan bentuk lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara Republik Indonesia ternyata masih belum seragam baik di kalangan masyarakat, swasta, maupun pemerintahan. Kenyataan ini mengisyaratkan masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap lambang Garuda Pancasila.
“Sampai saat ini masih terdapat perbedaan dalam penggunaan bentuk lambang Garuda Pancasila. Ada yang kakinya masih empat, tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang kurang n-nya seperti yang terdapat dalam paspor Republik Indonesia,†kata Nanang R. Hidayat, pendiri Rumah Garuda dalam acara sarasehan bertajuk “Membongkar Mitos Lambang Garuda Pancasilaâ€, Rabu (8/2), di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM.
Dalam kesempatan itu Nanang juga membahas bahwa hingga saat ini banyak kalangan yang cenderung tidak memahami unsur-unsur yang terdapat dalam lambang Garuda Pancasila. Ketidakpahaman ini pada akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai lambang Garuda Pancasila.
Sumbo Tinarbuko, pakar semiotik Institut Seni Indonesia (ISI) menyampaikan bahwa dalam perspektif semiotika Garuda Pancasila menjadi tidak memiliki arti dalam konteks merk. Hal ini dikarenakan lambang Garuda tidak memiliki brand lambang Garuda yang selalu bertugas untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan kepada masyarakat, apa dan bagaimana lambang Garuda itu. “Kita sudah lupa dengan lambang Garuda yang luar biasa, yang kemudian menjadi lambang komersial seperti kacang Garuda. Harusnya, makna Garuda perlu digambarkan dan dijelaskan sebagai jati diri atau identitas bangsa,†tegasnya.
Menurutnya lambang negara seharusnya dijadikan brand dalam kehidupan masyarakat. Apabila tidak dilakukan pencitraan maka lambang tersebut menjadi tidak akan bernilai.
Sementara itu, Diasma Sandi Swandaru, peneliti PSP UGM menjelaskan bahwa lambang negara adalah simbol perekat atas perbedaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu penggunaan lambang negara tidak hanya sebatas oleh pemerintah, tetapi rakyat juga harus diberikan ruang untuk mengekspresikan kecintaan terhadap lambang negara. “Seyogianya rakyat juga diberi ruang dalam mengekspresikan kecintaannya terhadap lambang Negara, tetapi dengan catatan tidak dalam posisi menistakan lambang negara dalam arti negatif,†jelasnya. (Humas UGM/Ika)