Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof.Dr.Ahmad Syafii Ma’arif, M.A., menilai konflik Israel-Palestina bukan semata-mata persoalan dua etnis atau bangsa yang berbeda, bukan pula hanya persoalan bangsa-bangsa Arab atau umat Islam. Persoalan tersebut menurut Syafii merupakan persoalan kemanusiaan yang menuntut tanggung jawab semua orang.
“Bukan hanya orang Palestina, orang Arab, atau orang Islam, namun juga orang-orang Yahudi (jews/al-yahuud),â€tegas Syafii Ma’arif dalam Diskusi Great Thinkers “Israel, Palestina, Islam dan Perdamaian†Diskusi Pemikiran Gilad Atzmon, di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (28/2). Diskusi tersebut banyak mengupas buku karya Syafii Ma’arif yang berjudul Gilad Atzmon: Catatan Kritikal tentang Palestina dan Masa Depan Zionisme.
Syafii Ma’arif juga menyayangkan sikap negara-negara Arab yang ikut membiarkan konflik tersebut berlarut-larut. Justru, imbuh Syafii, ada kesan pembiaran supaya konflik Israel-Palestina berkepanjangan sehingga mereka akan mengambil untung dari konflik tersebut seperti dengan naiknya harga minyak dunia. Ia juga sepakat bahwa konflik yang terjadi salah satunya juga disebabkan munculnya masyarakat pendatang di luar bangsa Israel dan Palestina.
“Bukan semata-mata dari bangsa Israel dan Palestina tetapi hadirnya masyarakat pendatang juga turut membuat konflik tersebut masih saja terjadi,â€katanya.
Dalam kesempatan itu Syafii juga berpendapat tidak banyak yang bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim untuk membantu menyelesaikan konflik kedua belah pihak. Meskipun demikian Syafii tetap mendukung berbagai upaya yang dilakukan pihak-pihak tertentu di Indonesia misalnya dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina.
“Selama kita masih berkutat pada persoalan domestik yang tidak pernah usai seperti korupsi ya kita tidak bisa berbuat banyak. Ya terus saja misalnya pemberian bantuan kemanusiaan dll,â€urai Syafii.
Sependapat dengan apa yang ditulis Syafii dalam bukunya itu, Dr.Ibnu Burdah, M.A, pemerhati masalah Timur Tengah dan dunia Islam dari UIN Sunan Kalijaga mengatakan orang Yahudi itu belum tentu orang Israel (warga negara), dan orang Israel itu belum tentu Zionis. Ada banyak catatan yang menunjukkan bahwa gerakan Zionis itu hingga sekitar dua decade setelah dicetuskan di Basel tetap minim pengikut dan tidak ada tanda-tanda gerakan itu akan mencapai tujuannya yaitu mendirikan negara Israel di Palestina.
“Bahkan, gerakan itu menghadapi penolakan dari sebagian besar aliran dalam Agama Yahudi karena memandang gerakan itu sebagai bid’ah (penyimpangan agama) dan menciptakan berhala baru,â€tegas Ibnu.
Karena itu, tidaklah janggal jika saat ini banyak kelompok warga Israel yang tidak menerima bahkan mengutuk negara Israel dan tetap tinggal di Israel seperti Neturei Karta, Satmar Hasidism, Edah Haredit, dll. Dengan demikian, kata Ibnu, orang Zionis sesungguhnya adalah minoritas di Israel. Namun, karena mereka adalah yang berkuasa, dan Zionisme menjadi ideologi negara, maka ideologi itu pun terus “dipaksakan†kepada rakyatnya melalui berbagai instrument negara termasuk ke Yeshivot-Yeshivot (semacam pesantren) di Israel.
Sementara itu Dr. Siti Mutiah Setyawati, M.A. staf pengajar Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM menilai buku yang ditulis Syafii Ma’arif ini merupakan dukungan perjuangan Palestina sekaligus kecaman atas perilaku Zionisme dengan cara mendukung pemikiran Gilad Atzmon. Buku ini juga penuh dengan informasi mengenai orang-orang Yahudi yang sependapat dengan Gilad Atzmon bahwa Zionis adalah paham yang menyesatkan dan kejam, tetapi didukung oleh Amerika.
Gilad Atzmon adalah tokoh Yahudi tulen yang juga musisi jazz kelas dunia berkewarganegaraan Inggris kelahiran Tel Aviv, 9 Juni 1963. Ia tanpa rasa takut mempertanyakan ideologi Zionisme serta menyuarakan kemerdekaan negara Palestina. Bahkan, berbeda dengan arus besar opini publik dunia yang menginginkan solusi dua negara; Israel dan Palestina, Gilad bersikukuh dengan pendiriannya bahwa hanya ada satu negara yang boleh berdiri di tanah Palestina, Negara Palestina. Dan Israel dengan ideologi zionismenya harus angkat kaki dari sana (Humas UGM/Satria AN)