Pukat Kajian Anti Korupsi UGM telah berhasil memantau 30 kasus korupsi sampai dengan pertengahan tahun 2008. Dari 30 kasus korupsi, disebutkan pejabat pemerintah daerah sebanyak 16 orang menempati urutan teratas sebagai aktor yang terlibat korupsi. Kemudian diikuti oleh pejabat BUMN sebanyak 13 orang, pengusaha swasta 11 orang, anggota DPR 7 orang, bendahara Departemen 4 orang, pejabat BI 3 orang, pejabat pemerintah desa 2 orang dan walikota, mantan bupati, jaksa, mantan duta besar, pejabat perusahaan daerah, masing-masing 1 orang.
“Pejabat pemerintah daerah masih mendominasi aktor pelaku korupsi,†ungkap salah satu peneliti Pusat Kajia Anti Korupsi UGM, Oce Madril, SH, dalam jumpa pers Catatan Trend Korupsi Januari-Juli 2008â€, Rabu (13/8) di Kampus UGM.
Sementara modus korupsi terbanyak dilakukan, yakni penyalahgunaan anggaran sebanyak 15 kasus, kemudian diikuti oleh mark up 8 kasus, suap 6 kasus dan penyalahgunaan izin 2 kasus. Dari sisi sektor tempat terjadinya korupsi, tambah Oce, pemerintah daerah merupakan sektor yang paling banyak terkait dengan kasus korupsi yakni 11 kasus, diikuti oleh sektor legislatif dan birokrasi pusat masing-masing dengan 4 kasus dan sektor perusahaan negara sebanyak 3 kasus. Dan sektor lainnya masing-masing satu kasus.
Oce Madril menyebutkan, lembaga yang banyak melakukan penanganan kasus korupsi masih dipegang oleh KPK. Terhitung hingga kini, KPK telah menangani 14 perkara. Sedangkan untuk perkara yang ditangani oleh kejaksaan negeri (kejari) hanya 4 kasus, Kejagung 3 kasus dan kepolisian tercatat hanya menangani 2 kasus yang ditangani oleh kepolisian daerah.
“Setidaknya ada 4 kasus yang ditangani oleh KPK dinilai strategis untuk mendorong perbaikan dan strategis untuk menimbulkan efek yang cukup menggetarkan yaitu kasus aliran dana BI, penyuapan jaksa Tri Urip Gunawan dan penyuapan anggota DPR terkait kebijakan alih fungsi hutan lindung di Bintan dan Sumatera selatan,†ujarnya.
Dijelaskan oleh Oce madril, ada dua alasan utama yang menjadikan kasus-kasus tersebut strategis, pertama, kasus tersebut berkaitan dengan modus suap yang selama ini dianggap sebagai kasus yang sulit untuk diungkap. Kedua, kasus tersebut berhubungan dengan dugaan praktik mafia peradilan dan mafia politik.
Untuk pantauan menangani vonis pengadilan terkait kasus korupsi, dari 20 kasus tersebut, pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menangani sebanyak 14 kasus. Sedangkan 6 kasus diantaranya ditangani oleh pengadila umum.
“Keseluruhan kasus yang ditangani oleh pengadilan tipikor divonis bersalah sementara kasus korupsi yang ditangani oleh pengadilan umum hanya 4 diantaranya diputus bebas dan 2 lainnnya diputus terbukti korupsi,†tandasnya.
Sementara Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Dr Denni Indrayana mengusulkan agar pengampunan hukuman baik grasi, remisi, amnesti dan abolisi dari presiden bagi para pelaku koruptor di Indonesia dihapuskan. Hal ini perlu dilakukan agar bisa lebih memberikan efek jera bagi koruptor tersebut. Untuk itu ia berharap agar polemik soal baju seragam napi bagi koruptor di penjara tidak berkepanjangan.
“Jangan terpaku soal baju seragam. Itu masalah kecil. Harusnya, selain baju seragam itu juga ditindaklanjuti dengan dihilangkannya grasi, amnesti, abolisi, hingga remisi,†kata Denni. (Humas UGM/Gusti Grehenson)