Sebanyak 15 mahasiswi dari berbagai universitas di Amerika Serikat berkunjung ke UGM untuk belajar kebudayaan dan berbagi pengalaman tentang fenomena keberagaman agama. Kelima belas mahasiswa Amerika tersebut saling bertukar pikiran dengan sejumlah mahasiswa UGM dari perwakilan beberapa unit kegiatan mahasiswa (UKM) kerohanian di lingkungan UGM mengenai fenomena keberagaman agama baik di Indonesia maupun Amerika.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Kamis (1/3) di Fakultas Filsafat dibahas tentang keberagaman agama dan sikap antar pemeluk agama dalam bermasyarakat di masing-masing negara.
Hastangka, peneliti PSP yang juga menjadi fasilitator dalam diskusi tersebut menjelaskan dalam rilis yang dikirim baru-baru ini bahwa tujuan dari diskusi ini adalah untuk membangun kehidupan toleransi umat beragama lebih baik secara global dan menjalin kerjasama melalui dialog antar mahasiswa dari berbagai bangsa. Selain itu juga sebagai ajang untuk saling bertukar kebudayaan dan pandangan tentang keberagaman agama.
Maila, mahasiswi Tulsa University mengungkapkan bahwa di Amerika masyarakatnya cukup toleran terhadap pemeluk agama lain. Para ora tua di Amerika terbuka dan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing. “ Di Amerika para orang tua tidak melarang anaknya memeluk agama tertentu. Mereka diberi kebebasan memilih agama, tidak harus memluk agama yang dianut orang tua,†jelasnya.
Sementara Carolyn, dari University of New York menyebutkan meskipun pendidikan agama tidak diajarkan di sekolah-sekolah, tetapi pemerintah Amerika sangat mengedepankan kebebasan individual sehingga setiap warganya memiliki hak menentukan agama mana yang harus dianut. “ Memang ada sekolah-sekolah yang berbasiskan agama tetapi disana hanya sekedar memberikan pembelajaran tentang apa makna toleransi dan kebersamaan, bukan dalam konteks pendidikan agama seperti di Indonesia,†ujarnya. (Humas UGM/Ika)