Yogya, KU
Pakar adminitrasi publik UGM Prof Dr Agus Dwiyanto menilai lebih dari tiga tahun kepemimpinannya, Presiden SBY telah gagal melakukan reformasi birokarsi di Indonesia. Hal ini sangat kontras dengan janjinya pada masa-masa awal kepemerintahan. Bahkan, kata Agus Dwiyanto, masyarakat pun hingga sekarang ini belum juga merasakan dan paham akan reformasi birokrasi yang akan digulirkan oleh pemerintah.
“Tidak ada grand design dan road map yang jelas tentang sistem birokrasi kita menyebabkan birokrasi pelayanan gagal menyelenggarakan pelayanan secara mudah, murah, menjamin martabat dari warga pengguna,” ungkapnya, Jumat (30/11) dalam Policy Forum di Gedung Magister Adminitrasi Publik (MAP) UGM.
Menurut Agus dengan belum berhasilnya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah maka secara otomatis reformasi birokrasi di berbagai daerah pun juga belum dapat dirasakan dan tertata dengan baik.
“Akibatnya legitimasi dan kepercayaan masyarakat semakin rendah dan birokrasi dinilai gagal menjadi agen perubahan,” tambahnya.
Agus Dwiyanto mengusulkan perlu segera dirumuskan kembali jatidiri birokrasi publik untuk mereformasi birokrasi sebagai agen pelayanan dan perubahan.
“Dengan menerapkan hal-hal yang baik dari Negara lain untuk bisa diterapkan di Negara kita dengan audit struktur, prosedur, budaya birokrasi dan sistem pendidikan dan pengembangan pegawai agar bisa menjadi agen pelayanan dan perubahan,” katanya.
Selain itu, Agus dwiyanto juga menyoroti sistem penggajian berbeda yang diterapkan masing-masing daerah meski merupakan konsekuensi logis dengan adanya otonomi daerah untuk memilih kewenangan sistem penggajiam belum menjamin tingkat kesejahteraan para pegawainya.
“Apakah sistem penggajian yang berbeda memiliki implikasi terhadap semangat kerja, sikap yang berbeda ketika melayani masyarakat,” tanyanya.
Lebih lanjut dirinya mengemukakan, sudah saatnya dilakukan pembaharuan dalam praktik manajemen administrasi publik karena tingkat kesejahteraan yang dimiliki para pegawai negeri sipil selama ini sangat kecil,
“Pemerintah terlalu banyak menuntut padahal tidak pernah untuk berusaha memperbaiki kesejahteraannya,” tuturnya.
Dirinya sangat setuju dengan rencana yang akan dilakukan pemerintah Provinsi DIY untuk menaikkan gaji pegawainya dengan mengacu pengalaman pemerintah Provinsi Gorontalo.
“Saya sangat setuju jika akan dilakukan kenaikan gaji ini, tapi mesti diikuti berbagai kondisi perubahan, sehingga mampu menaikkan performance (prestasi kerja) yang lebih baik,” katanya.
Sebaliknya, bagi para pegawai yang tidak memenuhi prestasi kerja yang diharapkan sesuai dengan standar, maka akan diberi sanksi atau rela diberhentikan.
“Harus ada kontrak sosial dimana para pegawai harus melayani masyarakat dengan lebih baik,” imbuhnya.
Agus pun menambahkan, adanya peningkatan prestasi kerja para pegawai maka sangat memungkinkan akan menambah jumlah penerimaan kas daerah (PAD).
“Saya malah berharap adanya kenaikan gaji pegawai akan meningkakan PAD, karena para pegawai akan lebih kreatif dan inovatif menambah kas daerah melalui berbagai usaha-usaha yang dimiliki daerah, bukan melalui pajak dan restribusi,” tukasnya. (Humas UGM)