Universitas Gadjah Mada pada hari Minggu 17 Agustus 2008 melaksanakan Upacara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-63. Upacara dipimpin Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD berlangsung di halaman Balairung, diikuti para pimpinan universitas dan fakultas, dosen, karyawan, mahasiswa.
Selain Korps Menwa UGM, upacara Peringatan HUT RI ke-63 di UGM melibatkan UKM Paduan Suara Mahasiswa UGM dan dimeriahkan Korp Musik Marching Band UGM. Bahkan dalam upacara turut serta warga komplek Sekip Yogyakarta.
Dalam sambutannya diungkapkan, reformasi pada dasarnya juga merupakan bentuk kemerdekaan. Merdeka dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang banyak ditandai dengan berbagai penyimpangan.
“Kita tentu tidak ingin bangsa ini terpuruk dengan terjadinya hal yang sama dalam bentuk lain, seperti korupsi yang juga masih marak. Kalau demikian yang terjadi, artinya reformasi belum menyentuh aspek hakiki, yang akan membawa kita terus berada dalam situasi serupa,” ujar Rektor saat membacakan sambutan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Oleh sebab itu, lanjutnya, peringatan kali ini adalah momen yang tepat untuk melakukan refleksi makna Proklamasi, yang dapat dibaca dari bagian teks Proklamasi : “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia”. Disini mengandung pernyataan, Kemerdekaan Indonesia tidak mungkin tercapai tanpa dukungan long march perjuangan panjang sebelumnya.
“Disini kembali kita diingatkan adanya jalur benang-merah kesinambungan sejarah masalalu, dengan awal kebangkitannya sejak cita-cita kemerdekaan itu dicanangkan oleh Boedi Oetomo,” lanjut Sri Sultan sebagaimana dibacakan Rektor.
Pada bagian lain teks Proklamasi disebutkan: “Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain”. Makna ‘pemindahan kekuasaan’, urai Sultan, menunjuk pada tranformasi politik sebagai konsekuensi logis dari Kemerdekaan Indonesia. Aspek politik ini juga terkandung didalamnya penafsiran baru tentang budaya politik.
“Apakah itu tentang kepemimpinan, demokrasi, transparansi dan akuntabilitas dan lain sebagainya, yang saat ini tampak kurang membuka peluang harapan baru mencerahkan bagi bangsa,” jelasnya.
Sementara anak kalimat “dan lain-lain”, menunjuk pada persoalan bangsa masakini dan masa depan. “Dan lain-lain” beraspek banyak yang menunjuk pada pluralitas dan kompleksitas persoalan bangsa ini yang multi-dimensi, multi-sektoral, multi-kultural, multi-etnis, multi-agama “dan lain-lain”, yaitu berbagai bidang yang harus dicapai melalui tahapan pembangunan nasional bagi sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
Pertanyaannya: Sudahkah hasil yang telah kita capai itu memenuhi amanat Proklamasi, sebagaimana yang tersirat dalam ‘Tri Sakti Jiwa Proklamasi’? Untuk menjawabnya, tentu sampai pada bagian teks Proklamasi selanjutnya: “Diselenggarakan dengan tjara seksama”, “dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja”.
“Yang pertama dapat dijabarkan dalam kebijakan, strategi, taktik, program dan aksi. Dengan cara yang cermat-seksama, melalui perencanaan atas dasar data, informasi dan laporan yang benar. Kita lalu berbicara tentang peningkatan fungsi dan peran pemimpin eksekutif, legislatif, yudikatif, pelaksana, sarana, ilmu pengetahuan, manajemen, teknologi, dalam hal kualitas, profesionalisme, kehandalan, kecerdasan, karakter dan lain sebagainya. Yang kedua, adalah batasan ruang waktu, tahapan, sifat temporal yang harus sesegera mungkin dilakukan. Tetapi juga harus tercapai efisiensi dan efektivitas, hasil yang optimal tanpa bocor,” tandas Gubernur DIY sebagaimana dibaca Rektor Prof Sudjarwadi. (Humas UGM).