YOGYAKARTA- Karsinoma nasofaring (Nasopharyngeal carcinoma=NPC) merupakan penyakit keganasan yang mempunyai distribusi endemik di seluruh dunia dengan variasi kejadian berbeda-beda untuk tiap daerah. Di Indonesia, tumor ganas ini termasuk dalam urutan pertama keganasan kepala dan leher dengan angka mortalitas yang cukup tinggi. Terjadinya NPC merupakan suatu proses multistep dimana infeksi kronis oleh Virus Epstein Barr (EBV), faktor lingkungan dan faktor genetik berperan penting dalam patogenesisnya.
Data patologi Indonesia menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring merupakan jenis keganasan urutan ke-empat pada laki-laki dan urutan ke-enam pada perempuan dengan angka insidensi di tahun 2000 adalah 5.4/100.000/tahun. Di DIY, NPC menduduki urutan pertama jenis kanker yang diderita laki-laki dan urutan ke-lima pada wanita.
Sayangnya, NPC ini sering terlambat terdeteksi karena letaknya yang tersembunyi dan gejala pada stadium awal sangat tidak khas, sehingga umumnya penderita datang berobat sudah dalam stadium lanjut dan sering telah terjadi metastasis terutama ke kelenjar getah bening leher dan mempunyai prognosa yang buruk.
“Tindakan pembedahan tidak menjadi pilihan pada kasus NPC mengingat lokasi anatomis . Radioterapi merupakan pilihan utama dalam penanganan NPC stadium dini atau terbatas pada daerah kepala dan leher, sedangkan untuk stadium lanjut dikombinasi dengan kemoterapi,â€papar Hana Ratnawati pada ujian terbuka program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran (FK) UGM, di Class Room S3 Gedung Pascasarjana FK, Selasa (3/4). Dalam kesempatan tersebut Hana mempertahankan disertasinya yang berjudul Major Histocompatibility Complex Class-I Related Chain A (MICA) Sebagai Kandidat Immunological Tumor Marker Pada Penderita Karsinoma Nasofaring.
Ia menambahkan bahwa radioterapi dan kemoterapi terhadap NPC belum memberikan hasil yang memuaskan dan juga mengingat efek toksik kemoterapi dan radioterapi yang seringkali merupakan salah satu alasan pasien drop out dan menghentikan pengobatan sebelum waktunya, maka saat ini banyak dikembangkan penelitian imunoterapi terhadap kanker.
Hana menambahkan sejalan dengan perkembangan pesat di bidang imunobiologi tumor dan rekayasa genetik, maka dewasa ini banyak dikembangkan penelitian imunoterapi tumor baik di tingkat praklinis maupun klinis.
“Ini lebih aman dan efek samping yang minimal menjadi modalitas terapi tumor keempat setelah operasi, radioterapi dan kemoterapi,â€jelas dokter umum di Pusat Pelayanan Kesehatan Universitas Kristen Maranatha Bandung itu.
Penelitian yang dilakukan Hana ini mengikutsertakan konsentrasi sMICA maupun ekspresi mMICA pada penderita NPC. Mengingat NPC adalah suatu keganasan yang berkaitan erat dengan infeksi virus (EBV) dan MICA merupakan molekuler yang terutama dihasilkan oleh sel tumor dan sel terinfeksi virus kronis.
Dalam penelitian yang dilakukannya menunjukkan hasil seperti halnya penelitian sebelumnya, yaitu penderita pria 2.8 kali lebih banyak dibandingkan wanita. Pada stadium III, rentang usia terbanyak yaitu antara 41-50 tahun, stadium IV rentang usia adalah 51-60 tahun.
“Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa penderita NPC terdapat 2-3 kali lebih banyak pada laki-laki dengan puncak frekuensi antara usia 40-60 tahun,â€tegas Hana yang berhasil lulus dengan predikat sangat memuaskan tersebut (Humas UGM/Satria AN)