Sejarawan UGM, Prof. Djoko Suryo menyebutkan lahirnya kampus UGM tidak terlepas dari peranan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX. Sultan HB IX menjadi salah satu founding father UGM sejak mulai pendirian Balai Perguruan Tinggi UGM pada 17 Februari 1946 sampai pendirian UGM pada 19 Desember 149 hingga berubah menjadi Universitiet Negeri Gadjah Mada sampai menjadi Universitas Gadjah Mada di tahun 1954.
Djoko mengatakan saat diresmikannya pembentukan Balai Perguruan Tinggi UGM pada 3 Maret 1946, Sultan HB IX dan Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Kurator Balai Perguruan Tinggi UGM. “Pada saat itu aktivitas perkuliahan dilaksanakan di Pagelaran Keraton, tapi sempat berhenti saat terjadi Agresi Militer Belanda. Perkuliahan baru dimulai kembali setelah persetujuan Roem Royen,†jelasnya dalam acara peringatan 1 Abad HB IX yang digelar UGM di Pusat Kebudayaan Koesnadi Harjasoemantri (PKKH) UGM, Selasa (10/4).
Disamping itu, kata Djoko, Sultan HB IX juga ikut mendukung penggabungan pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah di Klaten, Surakarta, maupun yang ada di Yogyakarta menjadi satu perguruan tinggi yaitu Universitas Gadjah Mada yang berada di bawah Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Penggabungan UGM ini mendapat dukungan penuh dari Sultan HB IX tidak hanya secara partisipatif,tetapi sejak awal ikut serta menggagas dan mewujudkan tidak hanya secara institusional namun juga secara actual.
“Peran sultan HB IX terhadap pendirian UGM sangat besar baik secara historis, sosiologis, politik, kultural, idenasional-ideologis, faktual, material-fisikal dan spasial-lokasional,†urainya.
Secara nyata Sultan HB IX juga memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Beberapa diantaranya adalah menyediakan tempat perkuliahan di Sitihinggil dan Pagelaran Kraton serta gedung lainnya di sekitar kraton. Ditambah dengan menyediakan tanah kraton (sultan ground) untuk pendirian kampus UGM yang baru di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya.
“UGM tidak lepas dari jasa dan sumbangan besar Sultan HB IX sebagai bapak pendiri atau founding father UGM yang patut di suri tauladani nilai-nilai kepemimpinannya bagi anak bangsa serta UGM,â€ujar adik gubrenur DIY ini.
Sementara itu, GBPH Joyokusumo, dalam kesempatan itu lebih banyak bercerita tentang sosok almarhum sang ayah. Dalam kondisi yang masih kurang sehat, ia dengan penuh semangat menceritakan perjalanan hidup HB IX. Sosok almarhum HB IX meninggalkan kesan yang mendalam di hati Gusti Joyo. “Sejak usia 4 tahun beliau sudah di Belanda. Walaupun dididik dengan cara Barat, namun beliau tetap memegang prinsip Ketimuran. Bahkan beliau mengatakan “ Saya itu tetap orang Jawa meski dapat pendidikan di Barat dari kecil sampai dewasaâ€,†ungkap Gusti Joyo.
Ditambahkan Gusti Joyo, kala itu Sultan HB IX memang ditugsakan belajar di Belanda untuk mengetahui kebiasaan dan perilaku orang Belanda sebagai penjajah. Bagaimana perilaku orang Belanda dalam memperlakukan orang lain saat di negaranya sendiri maupun di negeri orang. Dalam pidato penobatan Sultan HB IX, lanjutnya, beliau menyampaikan bahwa menduduki jabatan sebagai Sultan merupakan tugas yang yang paling berat karena harus menerjemahkan dan mengawinkan antara budaya Barat dan budaya Timur. “ Beliau menjaga agar masing-masing budaya tidak saling mengalahkan, khususnya budaya Timur jangan sampai kehilangan jati dirinya. Hal itu memberi kesan yang sangat mendalam bagi kami putera-puteranya,â€tuturnya.
Tak lupa dalam acara tersebut Gusti Joyo menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat Jogja khususnya masyarakat ilmuan UGM yang begitu mengapresiasi sepak terjang Sultan HB IX. Pihaknya bahkan tidak pernah mengharap apresiasi dari masyarakat Yogyakarta. “ Kami tidak pernah mengharapkan hal ini karena dalam prinsip beliau apa yang dilakukan adalah sekedar melaksanakan kewajiban atas komitmen yang telah dibuat. Apakah yang telah dilakukan itu akan dikenang atau tidak, bukan urusan beliau. Yang jadi harapan adalah karya-karyanya bisa menjadi suri tauladan dan untuk memenuhi kewajiban pada bangsa dan negara,†paparnya. (Humas UGM/Ika)